Ilusi Anti Korupsi

neonbrand-315896
Photo by NeONBRAND on Unsplash

 

Tidak sulit berkata bahwa kita ini anti korupsi. Bahwa kita ini pendukung KPK. Bahwa kita benci, menghujat, dan mengutuk tiap koruptor. Semua seakan satu suara merundung sang koruptor saat ia menabrak tiang listrik. Kita semua seakan satu suara membela KPK saat diserang oleh DPR. Tapi, apa yakin kita semua ini anti korupsi?

Kalau satu Indonesia sudah satu suara anti korupsi mah, yakin deh angka korupsi kita ga setinggi ini. Kalau satu Indonesia ini mulai dari anak kecil, ibu-ibu, bapak-bapak, tukang ojek, sampai mahasiswa dan pekerja kantoran semuanya anti korupsi, ga akan deh korupsi menggeliat dimana-mana.

Berteriak anti korupsi itu mah gampang, apalagi di depan publik. Itu kan memang norma yang diharapkan oleh masyarakat. Jawaban wajib pelajaran PPKN. Macam buang sampah sembarangan. Semua juga tahu jawabannya ga boleh. Nyatanya? Ga di kali ga di jalan tol kok. Banyak tuh yang buang sampah sembarangan.

Sejumlah riset Psikologi di Amerika menemukan adanya fenomena rasisme modern. Dimana orang bule menyatakan bahwa mereka anti tindakan rasialis, tapi saat memilih sekolah untuk anaknya mereka memilih yang ga ada siswa kulit hitamnya. Di saat mereka bilang semua ras itu sederajat, tapi menghindari pemukiman dan acara yang diikuti oleh ras kulit hitam. Intinya beda di mulut, beda di hati dan perbuatan.

Jangan-jangan kita juga begitu. Sok-sokan doang anti korupsi. Padahal mah kalau ngantri hobi nyerobot. Kalau lampu merah mah nyelonong. Kalau minta kuitansi buat belanja rumah atau kantor mah minta nominalnya dilebihin. Kalau ujian ya nyontek. Trotoar sih disikat pas naik motor. Kalau keluar tol atau putar balik wajib ambil jalur kelima yang paling luar, biar cepet meski bikin macet. Kalau cari pacar mah hobinya nikung di detik-detik terakhir. Eh, yang terakhir salah konteks kayaknya.

Ya gampanglah bilang anti korupsi pas kita ga punya kesempatan nyuri duit negara. Pejabat bukan, pengusaha gede bukan. Mao korupsi apaan? Sama mudahnya kayak bilang anti LGBT, saat diri sendiri pun keluarga ga ada yang LGBT. Sama mudahnya bilang orang lain itu kafir, saat semua teman kita itu ya emang ga makan babi. Gampang banget membenci sesuatu yang kita ga kenal. Kan katanya tak kenal maka tak sayang. Ya gampang banget emang sok-sokan benci korupsi, padahal kalau udah kenal mah sayang juga.

Tulisan ini tentu tidak bermaksud menyadarkan bahwa kita semua itu koruptor dan kita harus toleran terhadap korupsi. Tapi yuk mari introspeksi diri sama-sama. Benar ga sih kita ini anti korupsi dalam setiap aspek kehidupan? Sudah belum kita ini mengajarkan pada generasi penerus bangsa bahwa tindakan curang dan melanggar hukum sekecil apa pun itu tidak benar? Sudahkah kita di lingkungan terkecil kita berhenti bertoleransi pada bibit-bibit korupsi?

Kalau bapaknya aja ngelindes trotoar, nyelonong lampu merah, dan lawan arus pas nganterin anaknya sekolah, masa mau berharap anaknya pas gede anti korupsi? Ga sinkron pak! Lu tabrak aja tu tiang listrik biar benjol segede bakpao.

 

JAKARTA, 4 DESEMBER 2017
Okki Sutanto

Kirim Komentar!