Tertipu “Iwan Fals”

Pertama-tama, jika Anda berharap tulisan ini akan menyoal tentang Iwan Fals sang penyanyi tenar yang suaranya serak-serak basah & lagunya enak-enak itu, bersiaplah untuk kecewa. Tidak, tulisan ini tidak bermaksud membahas atau menjelekkan beliau, kok. Sungguh.

Jadi, beberapa waktu lalu seperti biasa saya sedang berburu barang murah di internet. Karena saya jualan produk-produk Apple, maka yang saya cari kalau tidak MacBook ya iPad, atau iPhone dan kawan-kawannya. Nah, kebetulan saat sedang berselancar di internet, saya melihat ada orang yang menjual charger MacBook dengan harga cukup kompetitif. Dibilang murah banget sih gak juga, tapi bisa lah untuk dijual lagi dan profitnya buat ngopi-ngopi di emperan jalan.

Saat itu memang saya menemukan iklannya di situs *LX. Sebenarnya sudah agak malas sih cari barang di *LX, karena sistemnya kurang memfasilitasi pembeli melihat riwayat berjualan penjualnya. Kalau di Tok*pedia setiap transaksi akan berujung rating & feedback, dan di K*skus setiap lapak yang pernah dibuat akan tetap ada, maka lain halnya dengan *LX. Di sana, jika barang yang dijual sudah laku, maka iklan akan terhapus sama sekali dari akun sang penjual. Jadi untuk membedakan mana penjual yang beneran baru sekali jualan sama penipu yang ratusan kali beraksi, agak susah.

Singkat cerita, saya setuju untuk bertransaksi dengan penjual tersebut. Selain karena harganya yang gak seberapa, saya juga yakin karena penjual tersebut akun Whatsappnya aktif. Biasanya, penipu online gak akan repot-repot aktifin Whatsapp karena kartu SIM & nomornya tiap hari akan dibuang dan diganti. Ya sudah, saya transfer lah ke rekening pedagang. Barang pun dijanjikan dikirim sore harinya sepulang ia dari kantor.

Sampai sore, tak kunjung diberikan nomor resi pengiriman, saya menanyakan ke si penjual. Nah, ternyata baik SMS maupun Whatsapp saya tidak ada yang masuk. Saya telpon pun tidak aktif. Feeling mulai tidak enak, saya pun berinisiatif mencari nama orang tersebut dari nama di nomor rekening yang saya transfer sebelumnya. Inilah nama orang tersebut: Virgiawan Listanto.

Ketika saya mengetikkan nama tersebut di pencarian internet, semua berujung pada Iwan Fals sang penyanyi tenar! Ternyata oh ternyata, Virgiawan Listanto adalah nama asli Iwan Fals! Untuk beberapa detik saya masih berpikir positif bahwa saya sungguhan sedang bertransaksi dengan Iwan Fals, dan mungkin bung Iwan lagi sibuk manggung jadi belum sempat kirim charger MacBooknya. Namun sejurus kemudian saya tersadar dari lamunan dan kembali menjejak realita, untuk menyadari bahwa saya sudah menjadi korban penipuan.

Cuma ya saya masih penasaran aja sih, gimana ya proses kreatif sang penipu itu sampe mikir untuk memanfaatkan namanya yang kebetulan sama dengan orang terkenal, untuk hal yang gak terlalu membanggakan? Apa jangan-jangan bapaknya ngefans sama Iwan Fals, makanya dia dikasih nama asli Iwan Fals? Saking ngefansnya, bapaknya muterin lagu Iwan Fals terus di rumah sampai-sampai anaknya bosen & muak, lalu mengembangkan emosi negatif ke Iwan Fals, dan akhirnya menjadi penipu semata untuk menjelekkan nama Iwan Fals? Apa iya sebenarnya ini semua cuma karena daddy issues? Apa iya ini karena tipe attachment sang anak & bapaknya yang relatif distant? Owalaaah, sok banget saya ini mentang-mentang pernah icip-icip belajar Psikologi ya. Gak lah, rasanya gak serumit itu.

Akhir cerita, saya sih pasrahkan saja uang yang tidak seberapa tersebut. Meski tidak rela sih bagaimanapun, tertipu sesedikit apapun, karena nyari uang itu kan gak gampang-gampang banget ya. Tapi ya sudah lah, toh Tuhan pasti tidak menutup mata dan akan membukakan pintu rezeki lain di kemudian hari. Kalau urusan itu sih saya yakin, dan sejauh ini gak pernah tertipu, meski Tuhan tidak pakai Whatsapp. Setuju?

 

Jakarta, 18 Januari 2016

Tahun Baru, Cirebon, dan Angkutan Umum

Liburan tahun baru kemarin saya dan keluarga pergi ke Cirebon. Agak mendadak, sih. Tiket kereta saja baru beli tanggal 30 Desember, kalau gak salah, untuk tanggal 31 siangnya. Iseng-iseng saja, memang. Bermacet ria ke Puncak atau Bandung udah biasa. Berdempet-dempet nonton kembang api di Ancol atau HI, juga udah biasa. Sekali-kali deh cobain keramaian & kemeriahan tahun baru di daerah lain.

…dan ternyata kami salah.

Tahun baruan di Kota Cirebon, nyaris tidak terasa suasana dan atmosfer tahun baruan. Kami tiba naik kereta api tanggal 31 siang di Stasiun Cirebon. Hanya 12 jam menjelang pergantian tahun. Kalau di Jakarta, minimal spanduk & hiasan & keramaian rakyat sudah terlihat lah ya. Di Cirebon? Sepi. Jalanan lenggang. Hias-hiasan nyaris gak ada. Keramaian juga cuma di stasiun saja. Dan pas check-in di hotel, tapi itu juga ramai karena resepsionisnya cuma 1 sih, dan agak lamban kerjanya.

Ya sudah. Dinikmati saja lah ya. Tujuan berganti suasana toh akhirnya tercapai. hehe. Berikut sedikit cuplikan perjalanan selama tanggal 31 Desember 2015 – 2 Januari 2016 kami. Untunglah, 3 hari sudah lebih dari cukup untuk liburan dan menjelajahi Cirebon, setidaknya ke semua lokasi wisata populer.

Goa Sunyaragi tentu menjadi atraksi wajib bagi yang wisata ke Cirebon. Goa ini dinamakan sunyaragi dari kata sunyi dan raga. Artinya dulu tempat ini digunakan oleh raja / sultan dan keluarga untuk bersemedi. Kebetulan kami ke sana tanggal 31 Desember sore, sedang ada gladi resik acara malam tahun baruan. Panggungnya sih gak terlalu besar, tapi konsep amphitheater dan pemandangan latarnya patut diacungi jempol.

IMG_0117
Nah ini dia!

Oh ya, kami ke goa Sanyuragi naik angkot dari hotel. Untunglah ada angkot yang langsung ke arah sana, jadi tidak terlalu capek berganti angkot. Yang lumayan capek adalah ketika angkot yang kami naiki dari Sanyuragi ke pusat batik Trusmi menurunkan kami di tempat yang salah, sehingga kami harus lanjut naik becak, disambung jalan kaki beberapa ratus meter. Saya sih gak kasihan sama kami, tapi lebih kasihan ke abang becaknya yang harus genjot becak jauh-jauh mengangkut kami yang beratnya tidak ringan ini. Maafkan kami, pak!

Seusai puas berbelanja batik, kami makan di Empal Gentong Haji Apud, tidak jauh dari Batik Trusmi, dan sejalan ke arah kami pulang ke hotel. Setelah berjalan kaki disambung angkot disambung becak, kami pun tiba di hotel. Nah pas naik becak menuju hotel, kami melewati alun-alun Cirebon sekitar jam 8 malam, baru deh mulai terasa atmosfer tahun barunya karena warga mulai berduyun-duyun ke sana. Sayangnya kami sudah terlalu capek untuk turut bermalam tahun baruan, sehingga memilih beristirahat di hotel menikmati kembang api yang tak berhenti meledak sejak jam sepuluh malam.

***

Esoknya, 1 Januari 2016, kami memutuskan untuk menyudahi petualangan angkutan umum kami. Selain biayanya yang ternyata tidak murah juga, karena berempat dan harus berkali-kali ganti, cuaca yang tidak menentu membuat kami memilih menyewa mobil & supir. Nah, ini dia untungnya pergi ke kota yang gak ramai-ramai banget tahun barunya. Kepikiran mau sewa mobil jam 7 pagi. Googling-googling dan cari rental mobil yang bagus jam 8 pagi (setelah sarapan). Jam 9 pagi supirnya udah nongol di hotel. Tidak perlu drama-drama rental kehabisan mobil, tidak perlu lama kesana-kemari nelpon banyak rental. Sepi, kok! Berikut perjalanan kami.

IMG_0139
Gereja St. Yusuf

 

IMG_0144
Masjid Raya Cirebon

 

Sebenarnya itu cuma destinasi pertama dan terakhir kami, sih. Diawali ke gereja, ditutup ke masjid. Di tengah-tengahnya kami juga sempat ke Keraton Kasepuhan, Gedung Perjanjian Linggarjati (di Kuningan, 1 jam dari Cirebon), Empal Gentong & Nasi Jamblang Ibu Nur, pusat oleh-oleh di Kuningan & Cirebon, dan sentra batik. Semua ditempuh bersama bapak sopir dan mobil sewaan, dalam sehari. Bebas macet. Bebas keramaian.

Yah, demikianlah kira-kira perjalanan kami di Cirebon. Malamnya kami packing dan istirahat, karena besoknya kereta menuju Jakarta berangkat pukul 9 pagi. Untunglah masih sempat sarapan sereal, tahu gejrot, bubur ayam, omelet, dan lauk-pauk di hotel, lalu diantar oleh mobil hotel ke stasiun, gratis! Terima kasih Hotel Neo Samadikun Cirebon!

Setiba di stasiun Gambir, langsunglah kami disambut kemacetan akut karena Monas, Istiqlal, dan Lapangan Banteng ramai diserbu warga. Rasanya waktu tempuh Gambir ke Sunter kurang lebih sama dengan perjalanan dari Cirebon ke Kuningan. Kendaraan yang tidak bergerak, klakson yang bersambut, orang-orang yang berlalu lalang.

Ya, kami sudah kembali. Selamat tahun baru!

%d bloggers like this: