Baru-baru ini saya nonton dokumenter Ice Cold di Netflix. Soal kasus kopi sianida yang menghebohkan publik beberapa tahun silam. Saya menontonnya tanpa punya ekspektasi apa-apa. Cuma mau menikmati dokumenternya saja. Pas saya posting soal film itu ke media sosial, banyak banget pertanyaan yang masuk.
“Gimana koh, jadi siapa pembunuhnya?” ”Beneran Jessica gak sih?” ”Menurut lu siapa koh dalangnya?”
LAH BUSET…..
Mereka yang sidang berjilid-jilid, ngapa gue yang ditanya. 😂
Jawaban saya singkat: gak tahu. Dan gak segitu pedulinya juga. Maaf kalau jawaban saya mengecewakan. Tapi, itu kenyataannya. Entah kenapa, saya gak seterobsesi itu untuk tahu semua jawaban di dunia.
Sebagian dari kita begitu terobsesi dengan jawaban. Menganggap bahwa setiap kasus kriminal dan pertanyaan dalam hidup itu pasti bisa dipecahkan sampai tuntas. Ada solusi sempurnanya. Sayangnya, hidup bukan cerita Sherlock atau komik Detektif Conan. Dan kita, gak selalu punya jawaban. Kadang, ada hal-hal yang gak bisa kita pahami seutuhnya.
FEAR OF THE UNKNOWN
Sejak zaman dahulu kala, manusia selalu takut sama yang namanya ketidakpastian. Takut kalau gak punya jawaban. Fear of the unknown. Ada kalanya lautan luas dianggap ujung dunia yang mencelakakan. Ada kalanya api dianggap kekuatan sihir. Ada masanya pohon dan patung kita anggap dewa. Ada kalanya gangguan mental kita kira roh kegelapan. We tried our best to make sense of everything. Bahwa segala sesuatu di dunia itu ada penjelasannya. Ada panduan dan tutorialnya. Maka dari itu kita bergantung pada agama, ilmu pengetahuan, sampai buku-buku pengembangan diri. Biar kita tahu harus ngapain dalam hidup.
Begitu ada sesuatu yang tidak kita pahami atau kenal, panik kita. Gak nyaman. Stres. Dan berusaha sebisa mungkin menjelaskan lewat berbagai cara. Kadang lewat ilmu dan akal sehat. Kadang lewat mitos dan takhayul. “Ini saya gak kaya-kaya pasti ulah roh jahat”, gumam seorang pemuda yang kebingungan sambil main judi slot.
Intinya, sekeras apa pun kita berusaha, kadang kita tetap gak bisa menemukan jawaban. Tak semua tanya di dunia itu ada jawabnya. Ada sejumlah alasan. Pertama: hidup itu seringnya gak hitam-putih. Gak selalu ada benar dan salah. Gak melulu ada yang baik dan yang buruk. Hidup seringnya abu-abu. Yang benar di satu konteks belum tentu benar di segala konteks. Yang salah di satu masa belum tentu salah selamanya. Gak percaya? Coba tanya PSI soal dinasti politik. Sikapnya 5 tahun lalu sama sekarang bisa jadi agak berbeda. hehehehe..
Kedua, kadang jawabannya itu jelek dan bikin gak nyaman. Sometimes the truth is ugly & inconvenient. Kayak film dokumenter An Inconvenient Truth-nya Al Gore. Jawaban dan kenyataan soal krisis iklim itu gak nyaman banget. Pas tahu bahwa jawabannya seberantakan dan sejelek itu, kita memilih menutup mata. Menoleh ke arah lain. Berusaha mencari alternatif jawaban lain yang lebih menyenangkan dan menenangkan. Yang memberi kenyamanan, meski penuh kepalsuan. Kayak pujian mas-mas di salon yang bilang kalo kamu kurusan.
Ketiga, mungkin jawabannya belum ada sekarang. Kita belum punya semua datanya. Jawabannya masih tertimbun jauh di bawah tanah. Teknologinya belum ada. Minggu lalu, polisi Amrik baru saja menangkap pembunuh Tupac Shakur, rapper yang ditembak mati tahun 1996. Bayangin, nyaris 30 tahun! Bulan lalu, temuan baru soal kasus penembakan JFK bisa mengubah teori penembak tunggal yang selama ini diyakini publik selama 60 tahun. Di AS, bukti-bukti DNA baru telah membebaskan ratusan narapidana tak bersalah, yang telah dipenjara belasan bahkan puluhan tahun!
PELAN-PELAN PAK SOPIR
Sometimes, the rush for a definite answer is….pointless.
Berusaha tiba pada jawaban akhir sedini dan sesegera mungkin, sering berujung ngawur. Serta berbahaya. Dalam konteks psikologi dikenal yang namanya NFC (the need for cognitive closure). Orang-orang yang skor NFC-nya tinggi cenderung ingin tiba pada kesimpulan sesegera mungkin. Ingin punya peta yang jelas soal hitam putih. Panduan yang saklek soal benar dan salah. Bahwa agama saya paling benar. Bahwa bidang studi saya paling hebat. Bahwa kerjaan saya paling sempurna. Suku saya paling keren. Dan seterusnya.
Studi menemukan bahwa orang-orang yang NFCnya tinggi cenderung tidak kreatif, mudah tersulut emosi, dan lebih agresif ke kelompok yang dianggap berbeda. Bahkan lebih rawan terpapar dan mendukung ekstremisme & terorisme.
Bisa jadi, kadang kita perlu pelan-pelan menemukan jawaban. Gak usah ngebut, pak sopir! Hidup gak selalu ada kunci jawabannya, koq. Mesti dijalani dulu dia. Gak bisa pake cheat.
KAMU BUKAN GOOGLE
Hidup akan selalu memiliki pertanyaan demi pertanyaan tanpa akhir.
Apakah benar Jessica pembunuhnya? Mungkinkah saya jadi perdana menteri? Mantanku udah punya pacar baru belom ya? Kenapa ya pemerintah gak bisa beresin pinjol dan judi online? Apakah mungkin seorang biasa menjadi pacar seorang superstar?
We don’t know. We might never know….and that’s all right.
Kamu gak harus punya jawaban atas segalanya. Kamu bukan Google. Google aja gak tau semua hal koq. Coba kamu tanya di mana naskah asli supersemar. Atau lokasi akurat makam Hitler di Garut. Coba tanya gih. Bingung mereka pasti.
Mungkin hidup ini bukan TTS atau Sudoku, yang setiap kotak kosongnya punya jawaban benar. Jangan-jangan hidup tuh gak lebih dari sebuah lembar kosong di ujian PPKN. Jawaban setiap orang bisa jadi berbeda, dan sama-sama benar.
Stop fearing the unknowns. Start embracing it.
Dengan tidak melulu punya jawaban saklek dari setiap pertanyaan, kita lebih membuka diri pada jawaban-jawaban yang benar pada waktunya nanti. Dengan tidak memandang dunia secara hitam putih, bisa jadi kita malah bisa melihat warna-warni kehidupan dan segala keindahannya.
Udah. Gitu dulu #CelotehanTuwagapat perdana ini. Semoga ada faedahnya ya. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!
Tangerang Selatan, 3 Oktober 2023
Kirim Komentar!