Pertanyaan ini yang coba dijawab Adam Grant dalam tulisannya di New York Times belum lama ini. Psikolog organisasi dari universitas top AS itu berkata begini, “the worst people run for office”. Pemilihan umum seringkali melahirkan kandidat-kandidat yang tak lebih dari sekadar narsisis ngehe. Yang pedenya kelewatan, merasa paling benar, dan tak sungkan mengeksploitasi orang lain demi keuntungannya sendiri.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tapi juga di sejumlah negara lain. Apakah terjadi juga di Indonesia? Hmm, pertanyaan menarik. hehe.. Tapi, melihat angka swing voters yang masih cenderung tinggi, juga curhatan sejumlah teman yang galau milih siapa karena kandidatnya pada medioker, bisa jadi nasib kita tak jauh berbeda.
Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki kecenderungan narsistik dan psikopat performanya lebih baik di pemilihan umum. Salah satu penyebabnya karena mereka dianggap mampu mendominasi, hebat dalam memimpin, penuh karisma, serta tangguh. Padahal, kadang itu gak lebih dari kepedean berlebih saja. Publik salah menilainya sebagai kompetensi unggul.
Hal ini terjadi tak hanya di politisi yang sedang berlaga di level pemerintahan tertinggi. Sebuah studi yang meneliti keterkaitan antara narsisistik dan kepemimpinan pada anak juga menemukan hal serupa:
Children with higher narcissism levels more often emerged as leaders in classrooms. When given a leadership role in the task, children with higher narcissism levels perceived themselves as better leaders, but their actual leadership functioning did not differ significantly from that of other leaders. Thus, children with relatively high narcissism levels tend to emerge as leaders, even though they may not excel as leaders.
Ya, anak yang narsis lebih berkesempatan mendapat peran sebagai pemimpin. Pertama karena merekanya merasa sanggup dan lebih baik dari teman-temannya. Kedua karena teman-temannya menganggap kepedean itu sebagai tanda kompetensi. Padahal, kinerjanya mah……biasa aja. hehehe..
Dalam tulisannya, Adam Grant menawarkan alternatif bagi sistem demokrasi yang tak sempurna ini. Caranya? Gacha-based democracy. Jangan tentukan pemimpin lewat sistem pemilihan langsung. Tapi pakailah sistem undian. Siapa yang merasa mampu, ya daftar. Jika lolos persyaratan administratif dan konstitusi, juga dianggap berkompeten oleh panelis yang independen, maka namanya kita masukkan ke undian. Lalu dikocok aja. Yang keluar, maka jadilah pemimpin. Entah gubernur, menteri, atau presiden.
Yakin hasilnya akan lebih baik? Ya belum tentu. Tapi setidaknya mereka yang terpilih tidak berhak menganggap dirinya mendapat mandat dari rakyat. Sehingga mereka tidak bisa sepede itu untuk jadi pemimpin ngehe yang lantas menghalalkan segala cara. “Rakyat milih saya, berarti saya bebas dong ngapain aja?” Hah? Emangnya ada pemimpin begitu? Ah, kamu pake nanya~
Oh ya, kalau sistemnya begini kita juga gak perlu keluar duit besar untuk Pemilu. Lumayan, hematnya. Konsisten dan konsekuen. Jangan udah komit bikin sistem Pemilu dua putaran, lalu sekarang bikin narasi “menang 1 putaran aja biar hemat”. Ngehe namanya. hehehe..
Maka kalau kamu masih merasa galau dan bingung, wajar koq. Jika kamu merasa calon-calon yang sedang memperebutkan suaramu di Pemilu serentak bulan depan pada medioker, kamu tidak sendirian. Mungkin, banyak yang masih merasa demikian.
Itu juga yang saya rasakan tiap melihat baliho caleg yang begitu mengotori pemandangan. Itu juga yang saya pikirkan tiap nonton debat capres-cawapres yang minim substansi. Itu juga yang saya batinkan tiap melihat kampanye penuh gimik yang tidak menjawab apa-apa. Itu juga yang saya ratapi tiap melihat janji-janji kampanye yang kayak Chiki indomaret: gembung kemasannya, isinya sedikit.
Jadi kalau kamu masih bingung, ya gak apa. Bingung bareng kita. Kan kalau kata Aldi Taher, semua orang yang masih hidup ya bakal bingung. Gak bingungnya nanti kalau udah di sorga.
Mau berkurang bingungnya? Silakan cek web Bijak Memilih. Kenal lebih dalam sama calon-calon yang bakal kamu coblos bulan depan.
Masih bingung juga? Tenang, sebulan ke depan saya akan menuliskan kebingungan saya soal isu politik ini. Biar kamu gak bingung? Salah. Biar makin bingung! hehehehe..
Sekian dulu tulisan saya kali ini. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!
Jakarta, 17 Januari 2023
Kirim Komentar!