Bersukalah Seperlunya, Bersedihlah Secukupnya

Pertama-tama: selamat bagi para pemenang! Untuk Pak Prabowo & Gibran, selamat telah memenangi Pemilu 2024. Semoga sesuai pidato semalam, pemenang Pemilu sanggup merangkul semua pihak dan ke depan sanggup bekerja keras demi kemajuan bangsa.

Bersukalah secukupnya, bersedihlah seperlunya. Kita masih tetap harus kerja seperti biasa koq. Tetap harus berkontribusi ke tanah air kita ini dengan cara masing-masing.

Sedih? Marah? Kecewa? Patah hari? Ya gak apa. Silakan banget diresapi. Usah diburu-buru. Biarkan luka itu mengering, biarkan duka itu berproses. Perasaanmu valid. Jangan biarkan orang lain menyepelekannya.

“Mampus lu semua, jagoan lu kalah!”

Santai aja bung. Kayak baru pertama kali menang aja dalam hidup. Dalam setiap pertandingan, kalah-menang itu biasa. Lagian elu itu gak dapet apa-apa, yang dapet jabatan & kekuasaan tetep elit-elit politik, koq.

Buat yang kalah, belajarlah dari pendukung Emyu. Bertahun-tahun jarang menang tapi tetap setia. Rasa sakitnya mungkin sama-sama saja, tapi kemampuan kita mengelola rasa sakit itu jadi lebih baik. Kita jadi bisa karena terbiasa. hehehe..

“Wah jagoan kalah, gue gak boleh kritik pemerintah dong!”

Gak gitu lah. Emang kalo yang menang bukan jagoan kita, kita jadi gak harus bayar pajak? Kan enggak. Kita bakal tetep bayar pajak. Artinya hak dan kewajiban kita sebagai warga negara ya tetap sama. Sama-sama tetap harus berkontribusi dan mengawal penyelenggaraan negara. Mengawasi penggunaan pajak, mengkritisi penyelenggaraan negara, dan memastikan negara tidak lagi ugal-ugalan.

“Sehabis Bijak Memilih, Terbitlah Bijak Mendukung”

Siapa pun yang menang, jagoan kita atau bukan, kalau ada yang bagus nanti ya wajib diapresiasi. Kalau ada yang buruk ya wajib dikritisi. Sesederhana itu. Cuma karena yang menang jagoan kita, bukan berarti kita harus selalu mendukung dan membiarkan segala hal yang mereka lakukan. Gak ada manusia yang sempurna, gak ada politisi yang tanpa cela. Ini fungsi penting demokrasi. Bersuara ketika ada yang tak baik sedang terjadi.

Saya pendukung Jokowi di 2014 dan 2019. Hal-hal baik yang beliau lakukan ya saya apresiasi. Yang kurang baik ya saya kritisi. Begitu pun ke politisi-politisi lain. Saya bukan pemilih Anies di 2017, tapi tetap sama: hal baik diapresiasi, kurang baik dikritisi. Tak perlu kita mengkultuskan orang lain. Bahwa mereka adalah manusia-manusia terpilih yang sempurna dan tanpa cela. Gak sehat itu.

Jangan biarkan orang lain, siapa pun itu, baik anak kita, keluarga kita, atau pejabat publik, untuk terus didukung tanpa syarat. Terus dibiarkan meski berbuat buruk. Dengan berbuat begitu, kita bak memberikan cloak of invisibility ke mereka. Memberi izin untuk terus berbuat bangsat. Kalau begini mah ujungnya kita sedang membesarkan Tommy-tommy, Sambo-sambo, dan Mario Dandy-Mario Dandy berikutnya. Manusia-manusia yang senantiasa dimanjakan, dibiarkan, lalu perlahan menjadi monster yang berbahaya.

“Rumah Kita Bersama”

Indonesia adalah rumah kita bersama. Kemajuan dan kemundurannya adalah kerja kolektif. Bukan jasa 1-2 orang. Bukan prestasi 1-2 kelompok. Bukan hasil kerja 1-2 keluarga. Bukan. Maka tidak perlu terlalu khawatir berlebih. “Wah gelap dong nih masa depan Indonesia?” Gak juga lah. Kita ini bangsa yang besar, kuat, juga resiliens. Ratusan tahun dikuasai penjajah, puluhan tahun dikuasai diktator, toh tetap bertahan & berdiri.

Tak perlu terlalu pesimis. Saya yakin negara ini masa depannya cerah. Selama warganya mau ambil peran membawa lilin dan menjadi terang sesuai porsinya masing-masing. Terlepas dari hasil Pemilu, saya senang melihat begitu banyak masyarakat sipil bersuara. Guru besar turun gunung. Aktivis, jurnalis, dan akademisi menyuarakan pandangannya. Budayawan dan rohaniwan pun ikut lantang berpendapat. Biarlah ini menjadi budaya yang kita teruskan. Jangan berhenti di sini.

“Menjaga Demokrasi”

Yang terpenting adalah komitmen kita bersama untuk senantiasa menjaga demokrasi. Demokrasi yang tidak kita dapatkan dengan mudah ini perlu kita jaga. Kita perlu terus bersuara. Biar nanti kalau penguasanya anti kritik dan mau memenjarakan mereka yang bersuara, kita dipenjaranya ramai-ramai. Lucu kan kalaui nanti penjara malah jadi episentrum pergerakan dan kekritisan karena semua yang bisa mikir adanya di sana. Kayak zaman penjajahan. Founding fathers-nya malah pada dipenjara. hehehehe..

Akhir kata, mari kita jaga rumah kita bersama ini.

Rumah yang kita bangun bersama, tinggali bersama, dan rawat bersama sampai hari tua nanti. Ia bisa jadi rumah yang tak sempurna, tapi ia tetap rumah terbaik dan terindah yang akan kita miliki. Baik-buruknya sebuah rumah, ya tergantung penghuninya. Apa kita mau merawat dan menjaganya, atau kita biarkan terbengkalai tak terurus, pilihan ada di tangan kita.

Mungkin cat yang saya goreskan cuma setitik kecil di pojok garasi. Mungkin rumput-rumput liar yang saya cabuti cuma sedikit di taman. Mungkin sampah-sampah berserakan yang sama punguti cuma satu-dua di dekat pagar. Tapi saya memilih untuk terus berkontribusi. Sekecil apa pun itu. Seremeh apa pun itu. Damai selalu, Indonesiaku! 🇮🇩

Jakarta, 15 Februari 2024

Kirim Komentar!