Things Worth Sharing.
Selamat datang di TWS edisi ketiga! So here goes. Some personal things I think are worth sharing. Things I read, heard, or experienced this past week.
#1 On Fatherhood
Semingguan ini saya banyak refleksi soal fatherhood. Tanpa terasa, setahun sudah saya jadi ayah. Pengalaman yang…nano-nano? Manis asam asin ramai rasanya! Yang ikutan nyanyi, mungkin kita seumuran. Jaga makan dan hidup sehat, kawan! hahaha..
Saya tuliskan pengalaman saya menjadi ayah di Instagram. Senang tulisan saya cukup beresonansi dengan para orangtua di luar sana. Membuat saya terkuatkan bahwa memang jadi orangtua itu tidaklah mudah, tapi saya tidak sendirian.
Saya pun masih jauh sekali dari sosok ayah yang sempurna. As my daughter is now learning to walk, I’m still learning to crawl on being a father. But hey, I love learning so much I’m fine to keep learning about being a better father for the rest of my life.
Oh ya, karena banyak merenung, saya juga jadi menemukan beberapa tulisan menarik on fatherhood. Just in case you’re interested, silakan baca ya.
Yang pertama tulisan dari Carlos Greavers di Substack, seorang ayah yang menemukan momen magisnya justru di ketinggian puluhan ribu kaki di udara, saat anaknya tak berhenti rewel di penerbangan jarak jauh.
Yang kedua esai dari Robert Huber & Samuel Huber di Boston Magazine. Tentang peran ayah, autisme, & menyetir kendaraan. Esai yang amat menyentuh dari seorang ayah (yang kini seorang kakek), soal anaknya (yang kini seorang ayah), yang di usia 35 tahun masih terus belajar menyetir mobil. Enjoy!
#2 Habemus Papam!
Beberapa hari lalu, akhirnya Paus baru terpilih, yakni Paus Leo XIV. Salut, sama Harian Kompas yang langsung menjadikannya cover satu halaman penuh di hari Jumat pagi, hanya selang beberapa jam dari terpilihnya sang Paus baru.

Cukup mengejutkan, memang. Mengingat namanya sama sekali tidak masuk dalam radar pemberitaan sebagai kandidat yang dijagokan. Dilihat dari profil dan pandangannya selama ini sih, harusnya bisa meneruskan semangat Paus Fransiskus soal kemanusiaan dan inklusivitas, ya. Tapi juga dipandang sebagai sosok yang tepat untuk menyatukan Gereja Katolik yang lumayan terbelah belakangan ini.
Sebuah pelajaran penting juga bahwa yang populer belum tentu menang. Yang banyak dibahas di media belum tentu keluar jadi juara. Yang paling lantang bersuara belum tentu terpilih.
#3 Bill & Buffett
Minggu lalu, berita soal dua orang super kaya dan rencana pensiunnya lumayan mendominasi linimasa. Yang pertama Warren Buffett. Di RUPS Berkshire Hathaway pekan lalu, ia mengumumkan akan mundur dari jabatannya akhir tahun ini.
The end of an era. Meski saya bukan seorang investor kakap, tapi saya lumayan banyak membaca tentang beliau. Saya belajar banyak dari pandangan-pandangan bijak dan kepemimpinannya. Tentang fokus ke fundamental. Tentang memanfaatkan privilege sebaiknya. Tentang waktu. Tentang kesederhanaan dan kerendahhatian.
Artikel dari Bloomberg ini merangkum dengan baik kenapa Buffett akan selalu dikenang sebagai investor legenda. Mau tebak berapa persen return yang ia hasilkan bagi Berkshire Hathaway sepanjang karirnya? 100%? 1.000%? 10.000%? 50.000%? Baca aja artikelnya biar kamu terkaget-kaget.
Orang kaya berikutnya adalah Bill Gates. Beritanya muncul terus di linimasa, soal lawatannya ke beberapa negara di Asia Tenggara (termasuk Singapura & Indonesia). Di Singapura ia berencana bikin kantor baru. Di Indonesia ia ngecek Makan Bergizi Gratis & main sama Bobby Kertanegara.
Tapi, yang bikin saya terkesan bukan itu semua, melainkan keputusannya untuk menghabiskan seluruh kekayaannya untuk menyelesaikan masalah kemanusiaan.

What a way to leave a legacy!
Yes, yes, I know that he’s not a saint without sin. Kritik-kritik terhadap Gates & kerja-kerja kemanusiaannya juga valid. But then again, siapa sih manusia yang sempurna?
Bagi saya Gates & Buffett adalah triliuner-triliuner langka yang least problematic. Di luar sana banyak sekali kok triliuner ngehe yang jauh lebih destruktif dan gak peduli sama isu-isu kemanusiaan. Let’s give credit when credit is due. Their retirement plan is extraordinary!
#4 Reasons to Stay Alive
Saya baru saja namatin buku Matt Haig yang judulnya Reasons to Stay Alive. Dipinjemin sama teman. Awalnya saya kira novel, tapi ternyata lebih ke memoar (meski kalau mau dianggap sebagai novel juga bisa-bisa aja sih karena narasinya yang memang indah dan kronologis).
Topiknya soal depresi, kesehatan mental, dan…hidup. Sejalan banget sama film Thunderbolts* yang saya baru nonton minggu lalu (ini review saya di Letterboxd). Seperti Matt Haig, saya juga pernah berada di lorong kehidupan tergelap bernama depresi. Makanya baik Thunderbolts* dan buku ini amatlah personal bagi saya.
Yes, those days are long gone now. Yes, it’s ancient history, now. But seeing it again through the lens of an observer is quite an experience.
Berkat Matt Haig, saya malah jadi kepikiran untuk nulis novel juga soal depresi. Kayaknya di Indonesia masih dikit yang bahas depresi secara populer dan ringan. Saya rasa perlu juga sebuah medium yang bisa membumikan soal isu yang kerap dianggap tabu dan kita hindari untuk bicarakan ini. Siapa tahu,
Tapi ya gak dalam waktu dekat juga, sih. Buku pertama saya (yang saya tulis sendiri, sebelumnya reramean) saja baru mau terbit bulan depan. Naskah buku berikutnya, masih 30%. Jauh dari kata usai. Nah, kalau keduanya udah beres, baru deh saya mulai fokus garap novel soal depresi. Nantikan dan doakan, ya!
#5 On Process
Belum lama saya nemu video menarik di Threads.
Sederhana sebenarnya, sebuah permainan Brick Breakers / Block Breakers klasik. Yang bikin menarik, levelnya unik & nampak sulit karena block yang harus dihancurkan banyak banget sedangkan jalur masuk untuk menghancurkan block-nya itu kecil sekali.

Mungkin kebanyakan orang akan menyerah di awal. Mungkin sebagian akan tetap mencoba, tapi mundur setelah sejumlah percobaan gagal untuk mengarahkan bola ke lorong sempit tersebut. Tapi, si pemain tetap sabar. Berusaha keras (banget) untuk menghancurkan satu per satu block hijaunya.
Satu demi satu. Kegagalan demi kegagalan.
Tapi si pemain tetap santai. Ia jalani prosesnya. Sebagian dari kita mungkin mikir, “Buset, ngancurin 3 block aja segini lama, kapan tamatnya coba, itu kan ada ratusan block?!”
Si pemain tetap bertahan. Blok demi blok mulai hancur. Lambat laun, permainan terasa semakin mudah. Tidak lagi sesulit di awal.
Ternyata, yang sangat sulit cuma proses pertamanya saja! Sesudah itu, permainan jadi lebih mudah. Bahkan, di suatu titik, si pemain sudah tidak perlu ngapa-ngapain lagi, bolanya menghancurkan semua block dengan sendirinya. Dalam waktu sangat singkat, semua block akhirnya berhasil dihancurkan dan sang pemain memenangkan level tersebut.
Dalam hidup, kadang kita keburu menyerah melihat sesuatu yang sulit. Tugas yang berat. Kerjaan yang banyak. Challenge yang nampak mustahil dilewati.
Dikerjain aja belum, tapi keburu menyerah. Dimulai aja belum, udah telanjur angkat tangan. Padahal, ketika dijalani prosesnya, belum tentu sesulit itu kok.
Bisa jadi, yang susah itu hanya awalnya doang. Bisa jadi, seiring waktu kita jadi lebih mahir & skill kita meningkat. Bisa jadi, saat dijalani kita dapat “keajaiban” atau “power ups” yang membuat tugas kita jadi lebih mudah, persis seperti di video tadi.
Intinya, kerjain dulu aja, deh. Nikmati prosesnya. As with many things in life, we will get stronger and our problem will get smaller. As long we keep doing the hard part, the easy part will come sooner or later.
APAAN SIH KI LEBAI AMAT CUMA DARI VIDEO PERMAINAN?
Ya biarin. Suka-suka saya. Kan ini TWS (Things Worth Sharing) saya. hehehe.. Kalau kamu gak suka, ya bikin dong TWS versi kamu biar saya bisa baca juga. Lumayan kan bacain ginian daripada scroll-scroll media sosial tanpa tujuan? hehe..
Other Interesting Reads:
- Ilustrasi Menarik: Cara Kerja Neural Networks (Quanta Mag)
- Oligarki, Nir-nurani, & Bangsatnya PSN (Project Multatuli)
- Jeannie Rice, Pelari Maraton Berusia 76 Tahun (Runner’s World)
- 21 Observations From People Watching (Substack)
- Tagihan Telepon Termahal Sepanjang Sejarah (BBC)
- This is Your Brain on Silence (Nautilus)
Sekian TWS kali ini. Sampai jumpa di TWS minggu depan.
Oh ya, ini adalah TWS terakhir yang bebas diakses semua orang.
Mulai minggu depan, TWS hanya akan bisa diakses oleh teman-teman subscribers Instagram saja. If you love this kind of post, please consider becoming my subscribers. Cuma seharga secangkir kopi, kok. hehehe..
Minggu, 11 Mei 2025
Kirim Komentar!