Academic Bar, Conspiracy, & Unhealthy Obsession

Welcome to the latest Things Worth Sharing (TWS) episode!

Ini adalah episode ke-10 TWS. Kolom di mana saya membagikan hal yang saya lihat, dengar, & rasakan sepanjang minggu. Oh ya, karena saya penikmat estetika & user experience, saya mau sedikit mengubah bagaimana TWS dibagikan (it’s a bit technical, sorry).

Di dua edisi terakhir, TWS hanya bisa diakses oleh subscribers lewat memasukkan password. Ternyata, malah membuat tampilannya jadi kurang estetik saat dibagikan (featured image tidak tampil) dan juga membuat ada step ekstra bagi yang mau baca. Oleh sebab itu, saya mau coba metode baru: silent posting.

Maksudnya? Tidak pakai password lagi. Langsung buka saja link-nya. Tapi, saya pun hanya akan membagikan linknya ke subscribers (lewat Broadcast Channel & IG Story). Saya gak akan bagikan TWS di tempat lain. Tapi, jika kamu mau share ke temanmu, ya silakan aja, sih. Anggap saja itu “Gift Article” buat orang-orang yang menurutmu butuh baca tulisan ini. hehehe..

Oke deh, kita langsung mulai aja TWS minggu ini. Maap kelamaan intronya! Selamat menikmati.


#1 ACADEMIC BAR

Tahun lalu, saya sempat baca soal konsep Academic Bar yang lagi ngetren di China. Di mana anak muda berkumpul di bar atau pub, ngebahas soal temuan-temuan terkini di dunia sains & akademik, sambil bersantai minum bareng.

Rame lho, yang bahas ini. Dari China Daily, CNN, South China Morning Post, juga Radii Media di Instagram.

Saya pun sudah meniatkan untuk bikin ini suatu hari di Jakarta. Dan akhirnya, hari Selasa lalu saya berhasil mewujudkannya. Well, mirip-mirip, lah! haha.. Sebenarnya lebih ke Sekilas Kelas dalam bentuk offline, tapi sambil menyeruput kopi & makan malam instead of minum alkohol. Topiknya juga sesuatu yang lumayan intelektual: VUCA & strategi menghadapinya, melalui insights dari dunia akademis.

It was such a fun night! Pesertanya happy. Ada yang dateng jauh-jauh dari Bandung cuma untuk mampir. Ada yang ke sini sekalian date night sama pasangan. haha.. Pesertanya juga beragam, dari dosen, politikus, staf kementerian, dokter, sampai business & organization leaders di bidangnya masing-masing.

Dari “Academic Bar” ala-ala ini, mulai bermunculan permintaan untuk bikin di beberapa tempat lain: Tangsel, Bandung, & Singapura. haha.. Saya masih mau napas dulu, soalnya agak capek ternyata bikin acara offline! Tapi yang pasti, mari perlahan kita wujudkan satu per satu.

Saya senang, punya privilege untuk mewujudkan ini jadi nyata. Punya privilege untuk baca soal tren academic bar ini di China, privilege buat kenal sama orang-orang keren dari V & V Comms yang mau bantu, dan juga teman-teman luar biasa yang bersedia mampir.

Mungkin ini pentingnya ya kalau punya mimpi dan keinginan tuh jangan cuma disimpen di dalam hati doang. Tulis! Catet! Bagiin ke orang lain! Siapa tahu, suatu saat bisa terwujud lewat cara yang gak terbayang. Lewat konspirasi semesta. hehehe..

#2 CONSPIRACY THEORY

Ngomong-ngomong soal konspirasi semesta, saya juga punya cerita kecil soal ini. Harusnya, hari-hari ini saya lagi ada di Singapura untuk sebuah acara lari-larian. Keren? Sehat banget? You can’t be more wrong!

Event lucu-lucuan doang kok! hahahaha.. Saya lebih ke ngincer racepack-nya yang lucu-lucu aja daripada larinya.

TAPI! Karena satu dan lain hal, khususnya jadwal yang lumayan padat, akhirnya saya mengurungkan keberangkatan saya ke Singapura. Saya cuma mikirin aja caranya supaya racepack-nya bisa tetap saya dapetin.

Sudah coba kontak beberapa teman di Singapura, tapi gak berjodoh. Ada yang di tanggal segitu lagi ke luar negeri. Ada yang malah lagi balik ke Indonesia. Ada yang lagi padet sama kerjaan jadi gak bisa bantu ambil racepack di hari kerja (collection day-nya di hari kerja soalnya).

Saya sudah nyaris menyerah dan merelakannya.

Sampai beberapa hari lalu seorang teman tiba-tiba kontak, “Eh Ki! Gue bulan depan bakal ke Indonesia, nih. Lo mau nitip apaan dari Singapura?”

Saya pun ngobrol sama dia, lalu ngasih tahu bahwa saya lagi butuh bantuan ambil racepack, dan tanpa ribet dia bersedia ngambilin. Kebetulan di hari itu dia ada urusan di sekitar lokasi collection-nya. Voila! Racepack sudah diambil, tinggal dibawa pas dia ke Jakarta~

…oh how I love when the universe conspires! Thank you, Universe!

Jujur saya gak tau ada pelajaran apa dari sini. Mungkin saya cuma beruntung. Mungkin saya cuma punya karma baik. Mungkin saya cuma lebai aja. Tapi saya teringat satu kalimat dari Paulo Coelho berikut,

“When you want something, all the universe conspires in helping you achieve it.”

Maybe, the first step to get something is: to really want it.

and it brings me to the next thing:

#3 UNHEALTHY OBSESSION

Belum lama saat lagi scroll-scroll Youtube buat nemenin saya commuting, saya nemu salah satu videonya Ali Abdaal:

Gak, saya lagi gak nyari cara cepat jadi kaya, kok.

Saya selalu suka video dari Ali Abdaal karena videonya yang estetik & cara Ali menjelaskan beragam hal dengan sederhana tapi menarik. Seringkali, dari video-videonya soal topik A, saya bisa nemuin prinsip menarik untuk diaplikasikan di berbagai bidang lain. Termasuk di video ini.

Sebenarnya Ali lagi cerita bahwa belakangan dia sering ditanyain sama orang atau followers-nya, “Gimana sih caranya jadi kaya?” Lalu Ali pun akan nanya 2 hal ke orang tersebut:

  1. Kenapa lo mau jadi kaya?
  2. Lo udah ngapain aja buat jadi lebih kaya?

Karena menurut Ali gak semua orang sebenarnya mau jadi kaya, jadi punya alasan yang kuat itu penting. Seringkali, orang cuma mau hidup lebih nyaman aja, dan itu beda banget sama goals & game plan-nya sama kalau kita mau jadi super kaya (being a multi-millionaire and stuffs).

Nah pertanyaan kedua ini yang seringkali dia nemuin paradox.

Banyak banget ketemu sama orang yang cita-citanya pengin jadi kaya banget, tapi pas ditanya udah ngapain aja, ya gak ngapa-ngapain juga. Gak pernah ngulik buku soal kekayaan, gak pernah dengerin podcast soal topik itu, gak pernah ngobrol sama orang yang jauh lebih kaya, juga gak pernah mencoba bikin bisnis sama sekali.

They just dream about it, but having zero obsession about it.

Di situlah menurut Ali yang membedakan orang yang kaya banget dan enggak: the unhealthy obsession on being rich. Ini dia dapetin dari refleksi ke perjalanannya sendiri (dulu dia mahasiswa kedokteran, jadi dokter umum, lalu milih fokus jadi Youtuber & bangun bisnis jutaan dolar dari sana), juga dari hasil ngobrolnya dengan banyak orang yang jauh lebih kaya dari dia. Kuncinya, ya kita harus terobsesi sama kekayaan.

Screenshot dari Video Ali tadi

Obsesi yang gak sehat ini adalah harga yang harus dibayar kalau kita mau sukses banget di suatu bidang. Kalau mau kaya, ya harus rajin ngulik buku soal keuangan, investasi, bisnis, dan sebagainya. Juga di setiap waktu luang selalu mikirin soal caranya jadi lebih kaya. Kalau kita cuma mikirin itu sesekali pas lagi bengong doang, itu artinya bukan obsesi.

Sama kayak atlet profesional yang ada di level tertinggi. Mereka latihan terus, mereka nonton atlet lain yang lebih hebat, mereka pelajari buku, video, dan hal-hal lain yang bisa mereka konsumsi, mereka ubah pola hidup & konsumsi mereka, mereka gak pernah perhenti mikirin itu sepanjang hari. They live and breathe it!

Kuncinya: unhealthy obsession.

Kenapa dibilang unhealthy? Karena kadang kita perlu korbanin aspek-aspek lain dalam hidup kita to become the very top in the game. Ya waktu, energi, atau sumber daya lain.

Saya gak berkeinginan jadi orang paling kaya sedunia, se-Indonesia, bahkan sekabupaten. Enggak. Tapi, apa yang Ali bilang kepake kok di bidang apa pun. Kalau kita punya mimpi dan target yang besar, ya kita juga harus punya obsesi yang gak kalah besar.

Mimpi besar saya jadi penulis yang bisa mencerdaskan & berdampak ke sebanyak-banyaknya orang. Ya makanya setiap hari saya working towards it. Perfecting the craft. Banyak baca. Banyak nulis. Banyak ketemu orang untuk belajar atau memperluas jejaring. Banyak belajar dari kursus, video, dan apa pun yang bisa bikin saya selangkah lebih dekat ke mimpi saya.

It might be unhealthy at times, but it’s needed.

Pertanyaannya: what’s your biggest dream? do you have an unhealthy obsession about it?


That’s it. Those are things worth sharing this week from me.

Weekend Read Recommendations:


[1] Ancaman Sunyi Brain Rot – Harian Kompas

Tim Jurnalisme Data Harian Kompas sedang bikin bahasan mendalam soal brain rot. Saya senang bisa jadi salah satu narasumber. Ini salah satu artikel yang memuat perspektif saya saya terkait brain rot. Ke depannya mungkin bakal ada beberapa artikel lain.

[2] It’s Seven Years Since I Hit Rock Bottom & Quit Alcohol – Psyche

A really great story on quitting the addiction and change your life around! Meski fokusnya tentang adiksi alkohol, menurut saya ada banyak pelajaran yang bisa kita petik soal adiksi apa pun. Soal konsekuensi, keluar dari jurang terdalam, & segala kesukaran melakukan itu semua.

[3] The Sex Recession & The Sexual Revolution – New Yorker

The youth had stopped fucking. It’s loud and clear. Datanya nunjukkin begitu. Para ahli berdebat soal penyebabnya. Media-media ternama sudah bahas juga. But, what is really going on? A deep dive on the topic from two authors who write a book about fucking (or not fucking).

[4] The Improbable Rise of Zohran Mamdani – The Wall Street Journal (Gift Article)

Muda, berkharisma, & melesat karir politiknya. Bukan, bukan Gibran. Artikel ini membahas soal Zohran Mamdani, kandidat Walikota New York dari Partai Demokrat yang mematahkan segala hitung-hitungan politik. Usianya 33 tahun, latarnya minoritas, & kampanyenya begitu kreatif yang membius anak-anak muda New York. Who the hell is he?

[5] The Best Movies of the 21st Century – The New York Times (Gift Article)

Apakah KKN Desa Penari? Bukan dong, ya. Judul ini bukan clickbait, melainkan hasil voting ke 500 sineas top dari seluruh dunia selama 25 tahun terakhir. Apakah ada film dari Indonesia? Yes & no. Ada film yang membahas sejarah Indonesia meski bukan karya sineas lokal. hehehe.. Cari sendiri aja biar gak spoiler. Enjoy the ultimate list!

[6] The Miserable Life of TikTok Moderators – Rest of World

Di balik konten media sosialmu yang lucu, receh, dan inspiratif itu, ada kerja tak terlihat dari ribuan konten moderator. Yang harus bekerja keras memastikan konten-konten mengerikan tidak tembus ke algoritma. Konten-konten penuh darah, kekerasan, & trauma. Sayangnya, para konten moderator ini tidak pernah mendapat perlindungan, pengakuan, & hak yang semestinya.

[7] How to Stop Procrastinating – Sahil Bloom

Bahas procrastination & cara melawannya lewat teori psikologi dari B.F. Skinner. Salah satu newsletter favorit saya dari Sahil Bloom. From one procrastinator to another: read it now, don’t procrastinate! We all know what would happen if you say “save it for later dulu, deh”.


Itu saja TWS kali ini.

Semoga bisa bikin akhir pekanmu lebih berwarna & seru!

Minggu, 28 Juni 2025

Kirim Komentar!