Welcome back to Things Worth Sharing (TWS)!
Ini adalah episode ke-16 TWS! Kolom di mana saya menuliskan pembelajaran sepanjang minggu lewat hal yang saya lihat, dengar, & rasakan.
Saya baru sadar, sejak pertama kali bikin TWS setiap hari minggu, saya cuma absen sekali saja karena urusan ke luar negeri. Kalau tidak absen, maka ini harusnya jadi TWS ke-17! Tepat di tanggal 17 Agustus! Gak penting ya? Ya udah sih, maap. hahaha..
Let’s go!
TIME
Minggu lalu saya cerita soal dua artikel yang bikin saya banyak mikir, kan. Pertama soal bagaimana media sosial “mencuri” hidup kita. Kedua tentang boredom. Kedua artikel itu, juga cerita dari seorang teman yang menjalani sebulan tanpa media sosial, membuat saya benar-benar berkomitmen untuk mengurangi waktu di media sosial.
Tentu tidak sepenuhnya. Karena memang sedari awal bagi saya media sosial bukanlah mindless scrolling activity. Saya ke media sosial untuk mencari informasi, bersosialisasi, juga berbagi untuk merawat kewarasan. Tapi, tetap saja, saya merasa sudah saatnya kurang-kurangin waktu di media sosial.
Untungnya, saya lumayan berhasil! Hal ini terlihat di screen time saya yang turun lumayan drastis. Jika di minggu-minggu sebelumnya rata-rata screen time saya di kisaran 6-7 jam, minggu lalu screen time saya di kisaran 5 jam. Bahkan, beberapa hari saya lewati dengan screen time hanya 4 jam saja! Empat jam sudah termasuk cek email, bales-balesin kerjaan di WhatsApp, baca artikel, nonton video, juga media sosial. Sebuah pencapaian bagi saya sendiri!
What is it like to have less screen time? Well, less screen? More alive!
Yep. Senyata itu perubahannya! Saya jadi lebih banyak baca buku. Saya menyelesaikan dua kelas di Masterclass. Progres naskah buku Filosofi Ngamuk saya makin mendekati target. Banyak mikir, refleksi, & nyatet-nyatet di Moleskine saya. Sejak dua minggu terakhir, saya selalu membawa buku catatan Moleskine Van Gogh Limited Edition saya ke mana-mana. Gak, bukan lagi sombong ini, cuma lagi cerita aja. Wong saya juga dikasih sama teman yang lagi jalan-jalan ke Belanda waktu itu. hahaha..

THE NOTEBOOK
Salah satu kutipan yang nendang banget buat saya soal kurangin media sosial ini sih:
“This moment is the youngest you’ll ever be. It’s a moment your future-selves will wish they could have back. Don’t waste it scrolling through posts you won’t even remember tomorrow.”
Gurwinder
Dipikir-pikir…benar juga. Kita kan, gak semakin muda. Hidup terus berjalan, detik terus menghujam, dan waktu yang sudah terbuang tidak akan pernah kita dapatkan kembali. Detik ini (iya, detik saat kamu membaca kalimat ini), adalah usia termudamu. Saat kamu baca kalimat berikutnya (iya, kalimat ini), bahkan kamu sudah makin tua satu detik.
And that one second? You can’t take back.
Imagine if you’re using your time, every day, to mindlessly scroll social media. Two hours a day might feel like nothing. But in a month it would become more than 50 hours! In a year? More than 500 hours! Going down the drain. The time you can’t reclaim. The time you could definitely use better. To rest, to spend time with friends and family, or to learn.
Menurut situs ini, 500 jam itu lebih dari cukup untuk menguasai bahasa baru! Mungkin masih di level pemula, tapi tetap saja jauh lebih berguna daripada setiap hari kamu habisin berjam-jam di media sosial cuma buat nonton Puan nyanyi Imagine.
Intinya, salah satu kelebihan dari ngurang-ngurangin media sosial adalah…saya jadi punya banyak waktu ekstra dalam sehari. Termasuk untuk menulis dan mencatat di buku catatan saya.
I used the time I reclaim from social media use, to pause, think, & reflect on the notebook.
To write down ideas, to summary things I learned, or simply to scribble.
Ini yang pada akhirnya membantu saya “menumpahkan” dan “merapihkan” pikiran-pikiran yang berserakan di kepala. Helping me collecting the dots & connecting the dots.
Pas banget minggu lalu saya baru saja nonton video ini:
Awalnya saya kira ini video random dari youtuber self-improvement self-improvement taik kucing. Ternyata, saya salah. Ini video yang keren banget dari seorang professor: Jeffrey Kaplan. Ia bagikan tips rahasianya melewati S1, S2, hingga S3 dari Oxford, Cambridge, juga UC Berkeley dengan nilai gemilang! Salah satunya: how to read & learn better.
Metodenya sederhana, tapi beneran efektif! Watch it and try it for yourself.
Metode sederhana yang cuma perlu bolpen dan buku catatan. Yang sekarang saya praktikkan ketika sedang belajar dan membaca sesuatu: to write things down on my notebook!
THE VULCAN
Selain nulis-nulis, saya juga jadi punya lebih banyak waktu buat ngulik Masterclass.

Salah satu kelas favorit saya: kelas Scientific Thinking & Communication dari Neil deGrasse Tyson. He’s such a great teacher and stroryteller! Ceritanya yang berkesan banget itu soal Vulcan. A planet that never was…
Mungkin sekarang kita sudah tahu bahwa sistem tata surya kita kayak gini:

Tapi, butuh proses panjang untuk mencapai ke sini! Bahkan, pas saya SD saja sistemnya gak kayak gini, ada satu planet kecil di ujung yang namanya Pluto. Yang sudah lama di-downgrade jadi dwarf planet semata. Bukan planet beneran.
Di akhir abad ke-18, planet terluar itu Uranus. Udah paling ujung. Gak ada apa-apa lagi. TAPI, pengamatan para astronomer bilang bahwa si Uranus ini pergerakannya gak sesuai sama hukum gravitasi Newton. Agak-agak nyeleneh. Satu-satunya kemungkinan kenapa pergerakan dan orbit Uranus aneh: pasti ada planet lain lagi!
Ya, jauh sebelum ada bukti-bukti pengamatan tentang keberadaan planet Neptunus, yang dimiliki oleh para astronom ini hanyalah…teori.
Tapi, setelah punya teori itu, pencarian pun dilakukan. Observatori-observatori terbaik di planet diarahkan untuk mencari keberadaan si planet baru. Mengumpulkan bukti-bukti akan keberadaan sebuah planet, yang dasarnya hanyalah teori semata.
Then…boom! The evidence is clear: it’s not just a theory.
Ternyata Uranus bukanlah planet terluar di sistem tata surya kita. Masih ada satu planet lagi: Neptunus! Keren banget gak tuh? Cuma dari teori, ujungnya beneran terbukti ada planet lain. Yang besarnya berkali-kali lipat dari bumi.
Pembuktian ini sekaligus membuat orang semakin percaya pada hukum gravitasinya Newton. Bahwa hukum ini benar-benar bisa digunakan untuk menjelaskan semesta dan isinya.
Tapi…ada satu masalah. Ada satu planet lain yang pergerakannya juga agak-agak melenceng dari hukum gravitasinya Newton. Yakni Merkurius.
Berbekal pengalaman sebelumnya, para pemikir terbaik dan astronom terhebat pun bikin teori baru: “Ah, ini pasti ada keberadaan planet lain di dekat merkurius yang kita belum tahu.”
And so it began…the search for the new planet.
Lagi-lagi, planet ini cuma berdasarkan teori belaka. Tapi, para astronom sudah memberikan nama ke planet ini: Vulcan.

Vulcan dianggap sebagai satu-satunya kemungkinan kenapa pergerakan Mercury melenceng dari hukum Gravitasi. Kalau gak ada Vulcan, hukum gravitasi Newton jadi “dipertanyakan”. Kok bisa dia menjelaskan begitu banyak hal di semesta tapi tidak pergerakan Mercury? There must be something wrong. There must be another planet that we haven’t found yet. Begitu kira-kira konsensus dari para astronom pada masanya.
Maka, selama beberapa dekade ke depan para astronom & pemikir fisika terhebat di bumi mencari Planet Vulcan. Semua daya upaya dan peralatan tercanggih dikerahkan untuk menemukan dan membuktikan Vulcan.
They failed anyway.
Vulcan, yang keberadaannya sebegitu diyakini bahkan sudah dikasih nama, tetap tidak berhasil ditemukan. Urbain Le Verrier, astronom masyur pada masanya yang membantu menemukan Neptunus, adalah salah satu pendukung terbesar keberadaan Vulcan. Sampai akhir hayatnya di tahun 1877, ia tidak berhasil menemukan Vulcan.
Lima dekade setelahnya, tepatnya di 1915, barulah Einstein mencetuskan Teori Relativitas yang mengguncang dunia. Teori Einstein ini tidak mematahkan hukum gravitasi Newton, tapi melengkapinya. Teori ini menyatakan bahwa meski teori gravitasi bisa menjelaskan begitu banyak hal, ada keadaan-keadaan tertentu di mana teori tersebut tidaklah cukup. Ada kondisi spesial yang membuatnya tidak relevan.
Termasuk di kasus Merkurius. Posisi Merkurius yang terlalu dekat dengan matahari, membuat hukum gravitasi tidak relevan. Ada perhitungan-perhitungan lain yang perlu dipertimbangkan. Dan Teori Relativitas dari Einstein, menjelaskan pergerakan Merkurius dengan sempurna.
…with that, there goes 70 years of searching for Vulcan, a planet that never was…
Pencarian Vulcan berakhir. Planet yang bermula dari teori ini, pada akhirnya ternyata hanyalah teori semata, tidak pernah berhasil dibuktikan. Bahkan keberadaannya dipatahkan dengan teori saintifik terbaru: Teori Relativitas Einstein.
Berawal dari teori, berakhir sebagai teori, dipatahkan oleh teori baru.
Bye-bye, Vulcan!
Apa yang bisa kita pelajari dari Vulcan? Ya bebas, sih. Ada pelajaran ya syukur, enggak juga gak masalah. Buat saya, cerita ini saja sudah semenarik itu. Soal sains dan caranya sendiri untuk mengkoreksi diri. Tapi mungkin yang lebih seru untuk direfleksikan:
“What is the Vulcan in our life?”
Ada gak asumsi, keyakinan, atau teori tertentu yang kita pegang sungguh-sungguh dalam hidup, kita anggap sebagai sebuah kebenaran absolut, tapi ternyata salah?
…atau sebenarnya ada, tapi kamu belum sadar aja? hehe..
Relax, you’re not alone. For more than 7 decades, even the best minds on earth believed in the wrong idea. Even Le Verrier, died believing in it.
Weekend Read Recommendations:
[1] Misteri Kematian Diplomat Muda – Youtube Tempo
Saya merasa program TKP (Tukang Kupas Perkara) ini berhasil menjelaskan banyak hal yang tidak berhasil dijelaskan oleh polisi. Belum konklusif, tapi mencerahkan…
[2] Summer Camp for Adults – WSJ (Gift Article)
Lelah dengan teknologi, sejumlah orang justru berhasil temukan human connection lewat berkemah bareng.
[3] How to Make Life Feel a Little Nicer – The Atlantic (Gift Article)
Pembaca The Atlantic membagikan tips mereka menjalani hidup lebih bahagia!
[4] Always Inadequate – The New Yorker
Pernah merasa tidak cukup? Kurang baik? Not good enough? Read this…
[5] Engineering Lessons from China – Bloomberg (Gift Article)
China is run by engineers, US is run by too many lawyers…and that matters!
[6] How to Leave a Sinking Nation – The Guardian
Bukan, bukan soal Indonesia. Beneran negara yang sedang tenggelam dalam waktu.
[7] Conversation with Roof Cleaner – Substack
Cerita menarik soal penulis yang berteman dengan “tukang” secara random.
Gitu dulu TWS kali ini. Semoga bisa bikin akhir pekanmu lebih berwarna & seru!
Oh ya, selamat hari kemerdekaan…
Minggu, 17 Agustus 2025
Kirim Komentar!