Siti lahir dan besar di Ranca Sumur, sebuah desa di kawasan Banten. Di desa kecil berpenduduk kurang lebih 500 jiwa ini, keseharian Siti diisi dengan mengurus sawah, kebun, kerbau, dan bersekolah. Siti mengenyam pendidikan hanya sampai kelas 6 SD, karena di Ranca Sumur belum terdapat SMP. Sebuah ironi memang, meski Ranca Sumur hanya berjarak 50KM dari jantung Ibu Kota. Sebuah jarak yang bahkan bisa ditempuh cukup dua kali menyambung Gojek.
***
Kim Jong-Nam terlahir sebagai putra pertama Kim Jong-Il. Saat kecil ia digadang menjadi penerus ayahnya memimpin Korea Utara. Dibesarkan di Mansion dengan 100 orang pembantu dan 500 orang pengawal, Jong-Nam justru tumbuh tanpa memiliki tiga hal yang teramat penting menjadi pemimpin Korea Utara: ketertarikan pada politik, kekejaman, dan insting membunuh. Meski demikian, sebagai putra pertama ia masih disiapkan menjadi pemimpin dengan disekolahkan di Jenewa dan diberi posisi penting di badan teknologi Korut.
Segala usaha mengkader Jong-Nam menjadi pemimpin berikutnya praktis berhenti pada tahun 2001, saat ia kedapatan menggunakan paspor palsu untuk masuk ke Jepang. Alasannya sederhana: Ingin bermain di Disneyland Tokyo. Namun angan-angan wajar selayak anak muda zaman now tersebut menjadi tamparan memalukan bagi Korea Utara. Jong-Nam lantas dikucilkan dan hidup di Makau.
***
Siti hidup sederhana di Ranca Sumur. Satu-satunya hiburan mungkin televisi. Dan dari televisi itu pula ia belajar betapa nikmatnya hidup di kota besar. Sejak lama ia memendam hasrat hijrah ke Jakarta, ibu kota yang menawarkan jutaan hiburan dan kesempatan. Sebuah kota dimana ia bisa melihat sesuatu yang lain daripada hamparan sawah, kerbau, atau masjid, tiga hal yang menjadi kesehariannya di Ranca Sumur.
Maka saat berusia 14 dan ia diajak saudaranya bekerja di Jakarta, gayung pun bersambut. Ia bekerja di konveksi kecil, membanting tulang 13 jam sehari dan mendapat gaji 500ribu sebulan. Cukup untuk membeli beberapa gelas kopi di Starbucks, yang kini hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat Siti hidup dan bekerja.
Usaha konveksi tempat Siti bekerja bangkrut pada 2011. Ia lantas bersama beberapa rekan kerjanya berangkat ke Malaysia, mengadu nasib dengan kerja serabutan di restoran atau toko kelontong. Sebuah nasib yang dibagi bersama dengan jutaan TKI lainnya. Sebuah nasib, karena kadang jalan hidup bukanlah pilihan. Di tengah keterbatasan ekonomi dan pendidikan, menjadi TKI baik legal pun ilegal adalah jalan keluar bagi jutaan warga Indonesia. Gaji yang lebih besar. Kehidupan yang lebih baik. Maka Siti tak ragu mengadu nasib di Malaysia.
***
Kim Jong-Nam mulai menjadi incaran rezim sejak ayahnya meninggal dan adik tiri bungsunya naik tahta: Kim Jong-Un. Jong-Nam yang pernah memegang jabatan penting di biro nasional, memiliki koneksi ke Cina dan Jepang, juga dekat dengan sang paman Jang Song-Thaek yang merupakan pria paling berkuasa nomor 2 di Korea Utara, tak sungkan menyuarakan kritik dan pentingnya reformasi di Korea Utara.
Pada 2013, sang paman dieksekusi oleh Jong-Un karena merencanakan kudeta menjatuhkan Jong-Un dan menaikkan Jong-Nam. Praktis tak ada lagi pelindung Jong-Nam. Beberapa usaha agen Korut membunuh Jong-Nam gagal. Berkat kedekatan dan sikap kooperatif Jong-Nam dengan agen intelijen Cina dan Amerika. Jong-Nam pun sering berpindah-pindah, Makau, Jepang, Cina, Malaysia, Singapura, hingga sejumlah negara Eropa.
Beberapa kali lolos dari usaha pembunuhan agen Korut, bukan berarti Jong-Nam bisa hidup tenang. Ia amat ketakutan dan bahkan pernah mengirim surel pribadi pada Jong-Un. Isinya permohonan sederhana: “Tolong cabut segala perintah untuk mengeksekusi saya dan keluarga. Kami tidak bisa kabur. Satu-satunya jalan keluar adalah bunuh diri.”
Tidak jelas apakah Jong-Un menerima dan membaca surel tersebut. Yang jelas perintah dan plot untuk membunuh Jong-Nam tidak pernah ditarik. Berbagai skenario dan pion disiapkan oleh agen Korut. Salah satunya skenario tabrak lari oleh sopir taksi. Yang kemudian gagal. Lainnya adalah pembunuhan dengan racun. Yang melibatkan Siti. Skenario ini berhasil. Berhasil membunuh Jong-Nam serta menghancurkan hidup Siti & Doan, dua wanita yang dijadikan pion oleh agen Korut.
***
Tidak pernah terlintas sedikit pun dalam pikiran Siti ia akan terlibat dalam sebuah kasus pembunuhan terkait geopolitik global. Lebih-lebih menjadi tersangka dan bersiap menghadapi hukuman mati. Jangankan kenal dengan Kim Jong-Nam, ia bahkan tidak tahu bedanya Korea Utara & Korea Selatan!
Yang mengerikan dari pembunuhan Jong-Nam adalah bagaimana Siti dan Doan, seorang wanita asal Vietnam, yang dilatih khusus oleh agen Korea Utara untuk menjadi pembunuh, sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Mereka hanya imigran ilegal yang sedang mengadu nasib di Malaysia, yang kebetulan ditawari terlibat dalam sebuah produksi acara televisi bertema “prank”.
Kesempatan mendapat uang tambahan? Tentu Siti mau. Kesempatan masuk televisi dan jadi artis? Apalagi. Tanpa ragu Siti mengiyakan ajakan dari sopir taksi langganannya, yang hanya meneruskan tawaran tersebut dari penumpang taksinya, yang ternyata adalah seorang agen Korea Utara.
Tugas mereka sederhana: menyentuh seseorang di bandara dan mengoleskan cairan tertentu. Cairan yang tidak berbahaya jika disentuh masing-masing, namun jika kedua cairan berbeda tersebut bercampur dan bereaksi, maka efeknya mematikan syaraf. Dan kedua cairan tersebut dioleskan terpisah oleh Siti dan Doan pada wajah dan tubuh Jong-Nam. Yang dalam hitungan jam bereaksi dan menyerang syaraf dan jantung Jong-Nam. Ia meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit, setelah tidak mendapat pertolongan memadai di Kuala Lumpur International Airport.
***
Kini Siti dan Doan ditahan oleh kepolisian Malaysia dan sedang menjalani proses pengadilan. Rekaman CCTV jelas membuktikan mereka menyentuh dan mengoleskan sesuatu, yang kemudian dikenal sebagai racun VX, pada Jong-Nam. Terlepas dari ketidaktahuan mereka akan apa yang dilakukan, juga berbagai bukti yang menunjukkan bahwa Siti dan Doan tidak tahu siapa Jong-Nam, kepolisian Malaysia bersikeras menjatuhkan hukuman setinggi-tingginya bagi Siti dan Doan. Selain merasa kecolongan telah menjadi “tuan rumah” kasus pembunuhan Jong-Nam, mereka juga merasa harus “menutup” kasus ini dengan menghukum pelakunya.
Entah apa yang bisa kita lakukan. Entah apa yang bisa negara lakukan. Yang jelas Siti hanyalah korban kegagalan negara selama puluhan tahun mengurus kesejahteraan dan pendidikan penduduknya. Siti tidak sendiri. Jutaan TKI bernasib sama seperti Siti ada di segala penjuru dunia. Dan mereka bisa saja sewaktu-waktu bernasib sama seperti Siti. Mereka yang penuh kerawanan. Kini hidup dalam tahanan. Tanpa pertahanan. Tanpa kawan. Hanya bisa melawan.
Jakarta, 14 Oktober 2017
Okki Sutanto
Referensi:
https://www.gq.com/story/kim-jong-nam-accidental-assassination