Buku Favorit Saya Di Tahun Ini!

Di tulisan sebelumnya saya bikin daftar tontonan favorit saya sepanjang tahun. Kali ini, saya membuat daftar buku favorit saya di tahun ini! Daftar ini gak bermaksud untuk bilang bahwa ini adalah buku-buku terbaik di tahun ini, ya. Saya cuma baca sekitar 20-an buku aja di tahun ini, gak banyak-banyak amat. Buku-buku ini ya yang menurut saya seru aja bacanya, ada hal baru yang saya dapetin, dan bisa saya nikmati proses membacanya sepenuhnya.

Daftarnya mungkin agak sedikit bias, karena beberapa penulisnya ya saya kenal secara personal. Tapi ya namanya juga daftar buku favorit. Bias & subjektivitas ya wajar saja. Pengalaman membaca buku itu kan memang personal. Mari kita mulai!

  1. EFFORTLESS (Greg McKeown)
    On how to do what we want to do, effortlessly. Buku ini, jika dipahami dengan baik, bisa membuat hidup kita jauh lebih produktif dan santai sekaligus. Jika di tahun baru kamu punya resolusi, ada baiknya ditemani sama buku ini supaya mencapai resolusi dan target-target kamu bisa lebih mudah tercapai. Effortlessly.
  2. YOU DO YOU (Fellexandro Ruby)
    Target utama pembaca buku ini sebenarnya anak-anak muda usia 20-an yang mungkin sedang kuliah, baru lulus dan memulai karir, atau sedang berada di persimpangan jalan. Tapi, saya yakin membaca buku ini di usia berapa pun kita tetap bisa mendapatkan perspektif dan pelajaran baru. Buku ini ditulis dari pengalaman hidup dan karir Fellexandro Ruby yang super random. Sempat jadi karyawan kantoran, kerja di dunia musik, F&B, hingga media, sampai jadi seorang blogger, fotografer, podcaster, hingga entrepreneur. Pengalaman ini yang kadang membuat insights dan perspektif dari buku ini amat unik dan menarik.
  3. MERAWAT LUKA BATIN (Jiemi Ardian)
    Buku soal kesehatan mental ini ditulis Dokter Jiemi Ardian dengan sederhana dan dalam bahasa yang mudah dipahami. Cocok untuk mereka yang benar-benar awam dan mau belajar soal kesehatan mental. Bahasanya ringan. Contoh-contohnya dari kehidupan sehari-hari. Jika ada istilah teknis pun dijelaskan dengan cukup baik.

    Saya suka bagian tentang cara menghadapi orang yang sedang depresi. Kita tidak pernah diajari hal ini. Seringnya, jika ada orang yang kita kenal mengalami gangguan kesehatan mental, kita cuma bisa memberi nasihat-nasihat relijius yang tidak menjejak bumi. Yang akhirnya cuma masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan saja. Buku ini mengajarkan kita untuk lebih sabar, empatik, dan tidak mudah menghakimi. Yang saya yakin bisa jauh lebih membantu teman, sahabat, atau saudara kita yang sedang mengalami masa-masa sulit.
  4. SURAT KOPI (Joko Pinurbo)
    Tahun ini saya kurang banyak baca buku fiksi, deh. Cuma beberapa kumpulan cerpen dan puisi saja. Dan di antara itu semua, buku kumpulan puisinya Jokpin ini jadi favorit. Tentang keseharian. Tentang keimanan dan kehidupan. Dibalut indah dan jenaka dengan puisi-puisi sederhana yang mengajak kita merefleksikan banyak hal.
  5. MENJADI (Afutami)
    Setengah memoar setengah ngebahas soal kebijakan publik dan berpikir kritis. Buku ini cocok buat mereka yang mau belajar membangun kesadaran tentang diri, sekitar, lingkungan, bahkan bernegara. Bahwa kebijakan publik itu isu yang tidak seksi, tapi bisa berdampak besar bagi kehidupan kita. Bahwa memandang satu hal dari satu perspektif saja, jarang menyelesaikan masalah. Bahwa untuk bisa melangkah lebih jauh, penting untuk berkolaborasi dan menjalaninya bersama-sama. Juga banyak membahas soal privilege, pendidikan, ekonomi, lingkungan, hingga humanisme dan nasionalisme.

    Membaca buku ini mengajak saya banyak merefleksikan kehidupan. Banyak sekali yang saya relate bahkan punya pengalaman mirip-mirip dengan Afutami. Mungkin nanti saya akan tuliskan lebih lanjut dalam satu tulisan tersendiri. Takutnya kepanjangan kalau di sini. hehe..
  6. TED TALKS: THE OFFICIAL TED GUIDE TO PUBLIC SPEAKING (Chris Anderson)
    Saya bukan pembicara publik yang baik. I know. I’m still learning. Makanya gue suka banget bisa nemuin buku ini. Kalimat di bagian awal-awalnya aja langsung menampar: “Style without substance is awful!”. Nah, bener banget. Ini bukan tipe buku yang bisa ngajarin kita untuk sekadar ngoceh dengan gaya. Tapi sebelum itu ya jelas dulu punya substansi yang mau kita omongin. Ditulis sama Chris Anderson, head of TED, buku ini disertai banyak contoh-contoh konkrit langsung dari para TED speaker.

    Abis baca buku ini saya langsung kepikiran buat nontonin semua TED Talks yang dijadiin referensi. Tapi ternyata baru sempat nonton sebagian aja. Semoga tahun depan bisa lebih rutin nonton TED Talksnya. Doakeun~
  7. RANGE (David Epstein)
    Di dunia yang dipenuhi begitu banyak spesialis, buku ini seakan menjadi penenang bagi saya. Yang maunya kadang terlalu banyak. *Interest-*nya kadang suka random. Dan hal yang saya pelajari juga kadang gak bersinggungan satu sama lain. Bahwa generalis dan spesialis sama-sama punya tempat koq di dunia. Di sejumlah konteks, menjadi seorang generalis bahkan bisa lebih dibutuhkan dan menguntungkan. It’s really important to have some range. Gak cuma jadi seseorang yang pakai kacamata kuda dalam melihat segala sesuatu.

Jakarta, 31 Desember 2022

Tontonan Favorit Saya Sepanjang 2022!

Biar gak kalah sama Obama, tiap akhir tahun saya mau bikin daftar tontonan dan bacaan favorit ah. Biar filmnya makin banyak yang nonton? Enggak. Biar orang lain dapet rekomendasi tontonan akhir tahun? Enggak juga. Saya gak peduli sama gitu-gituan.

Kan udah saya bilang di awal. Saya bikin daftar ini BIAR KAYAK OBAMA. That’s it. That’s my why. Siapa tahu aja ya kan, saya bisa mengikuti jejak Obama. Dan suatu saat saya juga dibikinin patung di depan SDN 01 Menteng.

Oh ya, ini bukan daftar film ya. Ini daftar tontonan. Jadi ada film dan juga TV Show. Saya campur aja biar gak repot bikin daftar banyak-banyak. Dan ini bukan daftar tontonan terbaik, cuma tontonan favorit saya aja. Yang pas nonton saya bisa nikmati sepenuhnya. Bisa ceritanya. Bisa pesannya. Bisa visualnya. Bisa detil teknis lainnya. Subjektif? Ya pasti. Kamu gak setuju? Ya silakan. Boleh banget lho kalau mau berbagi tontonan favorit kamu di kolom komentar.

Oke, kita langsung mulai saja!

DUA FILM LUAR NEGRI FAVORIT SAYA DI TAHUN INI:

  • Everything Everywhere All At Once (EEAAO)
  • Top Gun Mavericks

Yang pertama sebenernya film drama keluarga. Tentang konflik remaja dan orangtuanya. Tentang penerimaan dan ekspektasi. Tentang kehidupan keluarga imigran sederhana di Amerika Serikat. Yang bikin unik itu semua dibungkus sama dunia paralel, silat ciamik, dan dunia visual & imajinasi super absurd. One of a kind deh, pokoknya.

Yang kedua jelas sih, ya. Pesawat tempur. Tom Cruise. Sekuel setelah 36 tahun yang penuh nostalgia. Dari skoring musik sampe skenario dan visualnya, top semua.

FILM-FILM INDONESIA FAVORIT SAYA DI TAHUN INI:

  • Ngeri-Ngeri Sedap
  • Mencuri Raden Saleh
  • The Big Four
  • Perfect Strangers

Ngeri-Ngeri Sedap drama keluarga dengan visual Danau Toba yang bagus banget. Mencuri Raden Saleh menunjukkan bahwa kita juga bisa bikin film heist yang bagus. The Big Four, film komedi aksi original Netflix yang gak kalah seru sama film Netflix bertabur bintang Hollywood.

Tiga yang pertama bisa ditonton di Netflix, ya. Mencuri Raden Saleh baru bisa dinikmati di awal Januari nanti, tapi. Untuk Perfect Strangers ada di Prime Video.

DUA DOKUMENTER FAVORIT SAYA:

  • The Tinder Swindler
  • Untold: The Girlfriend Who Didn’t Exist

Dua-duanya dokumenter soal cinta dan penipuan. Yang satu pelakunya laki-laki sok kaya yang hobi morotin korban-korbannya via dating app. Yang kedua korbannya laki-laki muda atlet American Football berbakat dan penuh potensi yang karirnya hancur gara-gara urusan cinta. Ia pacaran dengan seorang cewek, lalu pacarnya meninggal, lalu kisahnya jadi semangat dan inspirasi dia buat memenangkan kejuaraan nasional. Eh, belakangan ternyata ketahuan bahwa pacarnya gak pernah benar-benar ada. Fiksi doang. Super duper kompleks dan kasihan banget sih. Dua-duanya bisa ditonton di Netflix.

JEPANG-JEPANGAN:

  • What Did You Eat Yesterday?
  • Spy X Family

Tahun lalu saya amat menikmati nonton The Red Restaurants List, akhirnya nyari-nyari serial Jepang yang bahas soal makanan juga. Akhirnya nonton What Did You Eat Yesterday? Sebenernya ini soal kehidupan pasangan gay dan segala problematika karir, sosial, dan keluarganya. Heartwarming banget. Tapi yang amat menarik itu adalah menu-menu makanan yang dimasak di tiap episode. Dari proses persiapan, masak, sampe penyajiannya ditunjukkin detil dan bikin ngiler banget.

Kalau Spy X Family, anime tentang seorang mata-mata yang harus membentuk “keluarga” baru demi menuntaskan sebuah misi. Anya Forger jadi karakter unik yang sukses mencuri perhatian di sini. Anya yang ini jauh lebih berbakat dan imut daripada Anya di dunia nyata yang dagunya lancip bener dan jadi pelakor mulu kalo maen film.

DRAKOR FAVORIT TAHUN INI:

  • Twenty Five Twenty One
  • All Of Us Are Dead
  • Little Women
  • Extraordinary Attorney Woo

Twenty Five Twenty One. Juara sih bagusnya, sampe saya sempet bikin tulisan sendiri khusus buat drakor yang satu ini. One of the best coming-of-age series, dramanya dapet, sejarahnya dapet, akting, cast, dan musiknya juga juara. Sampe sekarang saya masih suka puter OST drakor ini kalo lagi nyetir.

All Of Us Are Dead jadi salah satu tontonan zombie-zombiean favorit. Paling cuma kalah sama Kingdom aja, drama kolosal kerajaan korea yang juga zombie-zombiean. Little Women juga menarik banget buat ditonton, drakor soal intrik politik dan bisnis yang penuh misteri pembunuhan yang bikin penasaran dan plot development yang super seru

Kalau yang terakhir drakor soal dunia hukum dengan bintangnya Woo-Young-Woo, pengacara muda super cerdas yang ada dalam spektrum autistik. Kasusnya unik-unik, dari kasus-kasus hukum yang melibatkan orang dengan gangguan mental, kasus soal pembagian warisan, hak kekayaan intelektual, sampai soal kebocoran data pribadi.

STAND UP SPECIALS:

  • Ricky Gervais: Supernature
  • Trevor Noah: ALL OF THEM
  • Hasan Minhaj: The King’s Jester
  • Dr Jason Leong: Hashtag Blessed

Ricky Gervais memang gak pernah salah. Roasting & sikap IDGAFnya selalu bikin materinya seru dan unik. Juga Trevor Noah, semua standup-nya selalu pecah dan saya suka materi-materinya. Soal Afrika, soal politik Amerika Serikat, sampai seputar media dan kehidupan sehari-hari.

Pas awal-awal tau Hasan Minhaj saya kurang suka dengan gaya komediknya yang terlalu ekspresif dan mengandalkan gestur. Tapi setelah cobain nonton Patriot Act, ternyata lucu juga. Di stand-upnya The King’s Jester, dia ceritain proses di balik layar terciptanya show Patriot Act. Awal mula dia tau mau jadi stand-up comedian. Sampe cerita mengharukan soal gimana ngejalanin stand-up bikin dia punya banyak musuh dan nyawa keluarganya terancam.

Yang terakhir, Jason Leong, saya baru tahu belum lama ini dari Instagram karena sering bahas politik Malaysia secara parodi. Dokter asal Malaysia ini ternyata udah punya Stand-up Special di Netflix. Nungguin sih ada komika asal Indonesia yang punya Stand-up Special di Netflix! Bisa ini bisa, jangan kalah dong sama Malaysia~

Sekian tontonan favorit saya sepanjang tahun 2022 ini. Semoga bermanfaat! Kalau tontonan favoritmu tahun ini, apa? Yuk ikutan share!

Jakarta, 28 Desember 2022

Crypto: The Greatest Solution For A Problem That Didn’t Even Exist.

Tahun 2014, saya sempat tertarik untuk belajar soal kripto. Iseng ngulik-ngulik. Saya sempat join grup diskusinya, bikin akun di salah satu exchange, juga ikutan trading. Tiap hari ikutin berita dan perkembangan soal kripto, pantengin harga, dan pasang jangkar untuk beli & jual.

Karena lebih sibuk sama studi & bisnis, akhirnya saya gak terlalu lama ngulik kripto. Setelah 2-3 bulan saya berhenti. Lumayan sih hasilnya. Dapet cuan sekitar 20 persen dalam kurun waktu singkat. Not bad. Bisa buat makan-makan enak dan bebelian gadget.

Selepas itu saya masih ikutin grup diskusinya. Juga masih ngikutin soal kripto & blockchain secara umum. Saya memang suka aja belajar hal baru, dan saya tertarik banget untuk belajar soal kripto karena katanya “cRypTO iS tHE fUtURE!”. Tapi, tiap kali saya ingin baca-baca dan ngulik lebih jauh soal kenapa kripto ada, bagaimana blockchain bekerja, masalah apa yang bisa mereka selesaikan, saya selalu….kepentok tembok.

Bahkan hingga sekarang. Coba deh cari literatur soal bitcoin atau kripto di toko buku. Atau di sosial media dan internet. Hal yang sering banget digembar-gemborkan bukanlah teknologi dan mekanisme dari kripto itu sendiri. Bukan soal bagaimana mereka bisa menjadi solusi dari berbagai masalah. Tapi soal bagaimana kripto bisa bikin kamu kaya. Soal kenapa harga bitcoin dan mata uang kripto lainnya akan terus meningkat. Kenapa kamu gak boleh ketinggalan. Dan lain sebagainya.

Ini jauh berbeda dengan apa yang dicita-citakan oleh Satoshi Nakamoto, sang “pencipta” Bitcoin. Dalam white paper yang Satoshi tulis di Oktober 2008, sama sekali gak ada bahasan soal jadi kaya & investasi. Bitcoin dicita-citakan menjadi sistem transaksi elektronik tanpa mengandalkan institusi sentral. Ia bicara soal ownership, demokratisasi keuangan dan teknologi, kekuatan jaringan (network), hingga mekanisme teknis yang memungkinkannya.

…tapi, kenapa sekarang semua malah bahas cuan, investasi, dan jadi kaya? Gak ada satu pun cryptobro yang saya kenal, yang ngomong tentang teknologi & demokratisasi keuangan. Ketika mereka membahas kripto, yang dibahas ya metode jadi kaya dengan cepat. Dan ini terjadi di tataran global, gak cuma di Indonesia. Akhirnya apa? Ya orang-orang yang tertarik, masuk, dan terjun ke industri kripto cuma punya satu tujuan: jadi kaya.

Crypto attracts the worst kind of people. Dari kartel narkoba yang jadi punya cara transaksi baru yang tidak terlacak, hingga crypto investor, builder, juga pendiri exchange crypto yang ujungnya cuma nipu demi keuntungan pribadi mereka aja. Dari Do Kwon, Zhu Su, sampe Sam Bankman-Fried sang pendiri FTX yang baru-baru ini bangkrut dan melenyapkan miliaran dolar AS.

MELOMPAT TANPA FONDASI YANG KUAT

Kripto terlalu cepat melompat tanpa memiliki fondasi yang kuat. Bukannya fokus membuktikan keunggulannya sebagai sistem pembayaran dan transaksi digital, kripto pada akhirnya dieksploitasi oportunis untuk menjadi jalan pintas paling singkat menjadi kaya. Tanpa perlu bangun perusahaan, tanpa perlu punya bisnis model yang jelas, tanpa menyelesaikan masalah apa-apa, orang berlomba-lomba menjadi kaya melalui industri kripto.

Kripto itu spesifik lahir & berkembang di AS. Dengan isu & masalah yang spesifik dimiliki AS. Mulai dari buruknya sistem pembayaran lintas bank & sistem, hingga krisis kredit perumahan tahun 2008 yang meluluhlantakkan kepercayaan masyarakat pada institusi keuangan di AS. Kripto berusaha menjadi solusi atas dua hal tersebut: menciptakan sistem pembayaran yang efisien, cepat, dan murah, tanpa mengandalkan institusi keuangan sentral.

Masalahnya, di kebanyakan negara selain AS, masalah serupa tidak ditemukan. Di China, Alipay sudah terbukti memudahkan pembayaran dan transaksi miliaran masyarakatnya. Dari belanja online di internet hingga belanja di pasar dan lapak kaki lima. Di Indonesia, QRIS menjadi solusi yang jauh lebih baik dibandingkan apa yang bisa kripto tawarkan.

MENINGGALKAN INSTITUSI SENTRAL

Yang jadi pembeda cuma satu: ketergantungan pada institusi sentral. Kripto mencoba menghilangkan hal ini. Masalahnya, ide bahwa masyarakat modern bisa benar-benar hidup tanpa peran institusi sentral hanyalah utopia yang tidak akan pernah terwujud.

Ada alasan kenapa selama ribuan tahun peradaban, akhirnya kini kita sampai di sistem yang sekarang berjalan. Ada institusi sentral, ada sistem perbankan, dan segala peraturan & kebijakan finansial yang kita kenal. Semua tidak tercipta tiba-tiba. Tapi melalui proses sejarah yang panjang dan begitu banyak mengalami perubahan, pembelajaran, dan perbaikan. Untuk mencegah krisis, untuk meminimalisir kejahatan & penipuan, untuk memudahkan transaksi antar negara, serta memungkinkan kooperasi antar negara khususnya dalam hal ekonomi.

Tiba-tiba mau membangun ulang sistem yang dikembangkan selama berabad-abad dengan teknologi setengah matang namanya alpa sejarah dan tolol. Jika sistem & institusinya tidak sempurna, ya diperbaiki. Bukannya ditinggalkan begitu saja dan beralih ke sistem baru yang belum teruji sama sekali.

Yuval Harari dalam bukunya Sapiens juga menjelaskan bagaimana peradaban cenderung menuju ke masyarakat yang lebih terintegrasi dan tersentral. Dulu masyarakat dunia hidup terpisah, dalam ratusan ribu kelompok / sukunya masing-masing. Kini kita sudah menciptakan sistem bangsa dan negara. Dari ratusan ribu kelompok menjadi beberapa ratus negara saja. Kini pun kita terus membentuk organisasi lebih besar lagi seperti Uni Eropa, ASEAN, hingga G20, yang tujuannya memudahkan interaksi, kerja sama, dan integrasi.

Arah peradaban modern itu menuju sistem sentral yang memudahkan semua. Bukannya malah menjadi masyarakat dan entitas independen yang berdiri sendiri-sendiri sebagaimana yang dimimpikan penggiat decentralized finance (defi). Toh pada akhirnya paradox ini terjadi: penggiat kripto mau tidak mau harus bekerjasama dengan institusi sentral yang sudah ada, bahkan menciptakan institusi sentral mereka sendiri, agar bisa bertahan. Karena sejatinya decentralized world itu cuma utopia.

PARADOKS KRIPTO

Selain desentralisasi yang tersentralisasi, paradoks kedua industri kripto adalah simplifikasi yang berujung overkomplikasi. Blockchain awalnya digadang menawarkan efisiensi, kesederhanaan, dan kemudahan bertransaksi. Pada kenyataannya, lihat saja betapa rumit dan kompleksnya industri kripto saat ini.

Ada perusahaan yang fokus menciptakan aset kripto. Ada yang bergerak di bidang jual beli aset kripto (exchange). Ada perusahaan pendanaan aset kripto. Pengawasan dan keamanan kripto. Promosi kripto. Infrastruktur pembayaran kripto. Kredit kripto. Hingga perusahaan khusus untuk riset soal kripto. Terakhir Binance mengumumkan mau membuat industry recovery fund untuk membangun ulang dan menyelamatkan industri kripto. Tolol banget ini mah. Udah kejauhan dari visi awalnya.

Analoginya begini. Lu mau rumah lu aman dari maling. Bukannya pasang gembok dan CCTV yang murah dan efisien, lu malah sewa 2 satpam buat jaga rumah lu. Bayar 5 tukang buat bangun pos satpam. Rekrut 1 HR buat ngabsen dan ngejadi satpam. Juga 1 asisten buat mesenin makan siang satpamnya. Tambah 1 psikolog buat ngecek kesehatan mental satpamnya. 1 Personal Trainer untuk ngejaga kebugaran satpamnya. Gak lupa sediain 1 dokter jaga untuk memastikan satpam lu kesehatannya aman. Padahal rumah lu kecil dan PBB-nya aja masih gratis. Aman sih dari maling, tapi biaya ngegaji semua stafnya aja udah 10x cicilan KPRnya.

MASA DEPAN KRIPTO

Apakah kripto akan hilang sama sekali? Gak yakin juga saya. Kayaknya sih enggak. Ada dua alasan, yang pertama adalah sunk cost fallacy. Orang-orang yang selama ini sudah begitu percaya (juga dapat keuntungan) dari kripto tidak mudah untuk move on. Mereka sudah menghabiskan waktu, energi, dan pikiran mereka selama ini untuk kripto. Akan terasa sayang & tolol kalau tiba-tiba berbalik arah. Mereka akan melindungi ego mereka dan mempercayai sampai titik darah penghabisan bahwa mereka selama ini sudah di jalan yang benar.

Alasan kedua karena sudah begitu banyak kepentingan di dalamnya. Ada institusi-institusi keuangan dan investor (bahkan negara) yang sudah berinvestasi banyak di kripto. Mereka akan melakukan segala cara agar bisa tetap mendapat keuntungan, atau setidaknya tidak boncos-boncos banget.

Menurut saya, masa kejayaan kripto akan sulit terulang selama para pelaku industri kripto tidak fokus pada esensi dan fondasi. Selama mereka tidak membenahi sistem dan membuktikan bahwa mereka bisa menggantikan sistem finansial dan pembayaran yang sudah ada saat ini, mereka gak akan punya masa depan cerah.

Blockchain is full of potential, I agree! But then again, that’s the keyword: potential. Potensi aja tanpa digarap dengan maksimal ya gak akan kemana-mana. Dan blockchain bisa saja sebuah teknologi yang revolusioner. Tapi ingat, it’s just a tool. Ia cuma salah satu solusi, bukan satu-satunya solusi. Dunia itu dinamis. Akan selalu ada teknologi baru. Akan selalu ada solusi baru.

Jika ada satu hal yang saya pelajari dari sejumlah krisis keuangan, terlebih tech / startup winter di tahun 2022 ini, adalah soal overvaluasi. Baiknya kita menilai sesuatu berdasarkan fundamental dan keadaannya saat ini, bukan dari kemampuannya menjual harapan yang tidak menjejak pada realita. Sebagaimana yang menjadi bahan bakar industri kripto selama ini.

Sekian dulu tulisan kali ini. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

Jakarta, 30 November 2022

%d bloggers like this: