[Tulisan ini telah tayang sebelumnya di Instagram, dengan lebih banyak visual]
Rabu lalu saya berkesempatan menonton film Sleep Call. Film yang diproduseri Susanti Dewi & disutradarai Fajar Nugros ini bercerita tentang kehidupan Dina, seorang gadis muda yang bekerja di kantor pinjaman online atau pinjol. Seiring berjalannya film, kita mulai menyelami lebih jauh seputar kehidupan Dina. Kenapa ia bisa terjebak bekerja di kantor pinjol. Relasi dengan ibu dan masa lalunya yang traumatis. Usahanya melawan kehidupan manusia urban yang penuh kesepian. Hingga betapa kompleksnya industri pinjol, dari kedua sisi: peminjam & pemberi pinjaman.
Sleep Call bak angin segar bagi perfilman Indonesia. Bagi yang bosan menonton film drama atau horor pada umumnya, film ini bisa menjadi pilihan yang menawarkan kebaruan. Plotnya yang tidak biasa dan keberaniannya mengeksplorasi sejumlah topik yang jarang dibicarakan membuat film thriller psikologis ini tidak mudah dilupakan. Bahkan berhari-hari setelahnya.
Kritik Sosial Bak Film Parasite
Film ini sarat kritik sosial. Dari betapa mudahnya seseorang terjerat dalam lingkar setan kemiskinan & pinjaman daring tanpa jaminan dan proteksi memadai dari negara. Sepinya hidup di perkotaan dan belantara betonnya. Soal relasi kuasa dan kekerasan seksual. Hingga isu trauma masa kecil dan kesehatan mental.
Di beberapa kesempatan, film ini mengingatkan saya pada film pemenang Oscar Parasite karya Bong Joon-ho yang juga sarat kritik sosial. Dari rumah sang bos: Tommy, yang amat mirip rumah di Parasite. Foto keluarga bahagia yang terpampang di ruang utama. Pesta dan kue ulang tahun. Juga adegan berkesan soal jurang kelas antara si kaya dan si miskin. Kala si kaya dengan liar menertawakan orang-orang miskin di depan muka mereka.
Mitologi Rama & Shinta
Film ini juga tak sungkan mengambil elemen dari mitologi Ramayana: Rama & Shinta. Rama sang inkarnasi ketuhanan yang maskulin. Sang pangeran kerajaan besar yang menjunjung tinggi kebenaran dan kebajikan. Yang digambarkan dalam sosok…Rama. Teman sleep call Dina. Yang setiap malam menemaninya mengobrol lewat sambungan telepon sampai tertidur. Teman online yang tak pernah ditemuinya, yang memberikan penghiburan dan kedamaian di tengah hidup Dina yang begitu kejam dan keras.
Dina sendiri digambarkan sebagai Shinta. The damsel in distress. Sang putri yang diculik kekuatan iblis yang terlampau besar. Yang harus melewati banyak tantangan sebelum diselamatkan oleh sang pangeran. Eits, tentu film ini tidak sesederhana kisah Rama & Shinta. Fajar Nugros dengan cerdas mendekonstruksi kisah Rama & Shinta, dengan sejumlah kebaruan dan elemen tak terduga lainnya di akhir film.
Mal, Inception, dan Kaburnya Kenyataan
Di beberapa bagian film. Dina mengingatkan saya akan tokoh Mal, di film Inception. Karakter yang diperankan oleh Marion Cotillard tersebut merupakan mendiang istri Cobb, Leonardo DiCaprio. Mal, yang terlampau sering masuk ke dunia mimpi kerap kehilangan batas antara dunia sebenarnya dan dunia fantasi. Antara yang nyata dan tidak. Antara fiksi dan realita. Apakah Dina akan terjebak juga di dunia fantasinya seperti Mal? Nah, tonton aja lengkapnya di bioskop terdekat. hehe.
Penampilan Terbaik Laura Basuki
Sebagai penggemar punggungnya Laura Basuki, saya bisa pastikan ini adalah salah satu film dengan penampilan terbaik Laura Basuki. Reza Rahadian aja sampai memuji penampilan Laura setinggi langit. Sampe dicium coba itu Mbak Laura abis Premiere. Kan saya jadi ngiri. Mau dicium juga sama Mas Reja……
Tapi beneran. Di Sleep Call kamu bisa ngeliat Mbak Laura sedih, senyum, ketawa, takut, marah, ngewe, nangis, bingung, sampe jijik. Bonus ngeliat Laura ngumpat “ANJIIIIIIIING!” yang murkanya terasa sampe ke sanubari. Range emosinya gak main-main. Penampilannya SEM – PUR – NA!
Permasalahan Struktural
Pada akhirnya, film ini mengingatkan bahwa banyak masalah dalam hidup itu sejatinya kompleks. Struktural. Sistemik. Gak bisa dipandang sesederhana karena “orangnya males” atau “emang bego aja”. Ya terjerat pinjol. Ya terjebak di kantor yang toxic. Ya kesepian. Ya kesehatan mental. Seringkali ada faktor-faktor di luar individu yang turut berperan. Maka dari itu penyelesaiannya tidak sesederhana urusan mindset atau kerja keras semata.
Selamat Menonton
Oh ya, bagi yang mau menonton, saya perlu menyampaikan Trigger Warning seputar film ini ya. Film ini mengandung adegan yang menceritakan soal kekerasan, KDRT, bunuh diri, hingga seksual. Harap perhatikan ini jika kira-kira akan berdampak ke kesejahteraan psikologismu.
Akhir kata, selamat menonton di bioskop. Kenapa di bioskop? Senyum dan punggungnya Laura Basuki terlalu indah untuk dilihat dari layar gadget. Mending nonton di bioskop deh. Sekarang. Jangan nanti-nanti. hehehe..
Sekian tulisan saya kali ini. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya.
Jakarta, 11 September 2023
Kirim Komentar!