Pelajaran Penting Soal Unintended Consequences

[Tulisan ini telah tayang sebelumnya di Instagram, dengan lebih banyak visual]

Kemarin film Budi Pekerti karya Wregas Bhanuteja rilis di bioskop. Salah satu film yang amat saya nanti-nantikan, karena sukses meraih 17 nominasi piala FFI tahun ini. Apalagi setelah mendengar sejumlah cerita di balik layar di sejumlah podcast, jadi makin penasaran. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Kebetulan saya diundang sama mas Iman Usman, selaku produser film ini, ke Gala Premierenya. Dan….ternyata filmnya melebihi ekspektasi. Ceritanya. Castingnya. Aktingnya. Dialognya. Penyutradaraannya. Waw. Benar-benar dibuat pakai hati dan dipikirkan setiap detilnya.

Film ini menceritakan tentang peliknya kehidupan seorang guru, Bu Prani, dan dinamika keluarganya. Suaminya stres dan mengidap bipolar karena bisnisnya gagal. Kedua anak remajanya juga sedang mengalami masa-masa sulit mereka sendiri. Mengandalkan gaji guru yang tak seberapa, membayar kontrakan dan biaya ke psikolog saja jadi hal yang begitu berat. Untuk itulah Bu Prani berusaha mendapat promosi di sekolah dengan mengikuti seleksi menjadi wakil kepala sekolah. Sayang, di tengah proses tersebut Bu Prani yang baik hati malah terlibat suatu kasus kesalahpahaman yang berujung viral. Nama baiknya terancam. Karir, jabatan, dan keluarganya pun dipertaruhkan. Bagaimana kelanjutannya? Ya nonton atuh di bioskop. hehehe..

Sesuai judul, film ini sarat dengan pelajaran soal budi pekerti. Tentang adab, akhlak, watak dan nilai baik. Tapi, satu hal yang bagi saya tidak kalah penting adalah tentang unintended consequences. Konsekuensi yang tak terprediksi. Sebuah konsekuensi tidak terpikir, terencana, atau terduga, dari sebuah keputusan atau tindakan.

Konsep unintended consequence sendiri sejarahnya panjang. John Locke membahasnya kala menjelaskan tentang regulasi suku bunga. Adam Smith juga mengulasnya kala membahas teori insivible hand yang mengatur mekanisme pasar. Marx dan Engels juga menulis soal ini kala membahas dinamika sosial di masyarakat yang kadang tak terduga. Bahwa akan selalu ada faktor X. Akan selalu ada misteri dan hal tak terprediksi dalam kehidupan masyarakat, sekalipun warganya bergerak secara sadar dan penuh perhitungan rasional dalam setiap perilaku.

Saya sendiri belajar soal ini di kelas Intervensi Sosial saat kuliah. Di kelas itu kami diajak menganalisa kebijakan publik dan kasus-kasus perubahan sosial. Sambil memperhatikan bahwa tak peduli sebaik apa kebijakan publik atau program dibuat, akan selalu ada ruang untuk terjadinya unintended consequence. Konsekuensi yang tidak diniatkan.

Kita bisa belajar misalnya dari kasus ular kobra di India. Di masa kolonialisme Inggris, terjadi ledakan populasi ular yang dahsyat di Delhi, hingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Pemerintah membuat sayembara, siapa yang berhasil mengumpulkan ular akan mendapat hadiah. Tujuannya jelas: mengajak masyarakat ikut berburu ular, sehingga populasi ular bisa segera turun. Di awal, program ini berhasil. Tapi, tak lama populasi ular justru malah meningkat! Koq bisa? Karena masyarakat berlomba-lomba membudidayakan ular. Beternak ular. Supaya mendapat hadiah dari pemerintah. To get easy money.

Nah, barusan contoh unintended consequence. Hal yang awalnya diniatkan baik, tapi malah berujung konsekuensi buruk. Kalo kata komentator bola: “Maksudnya baiiiiiik!”, ketika ada pemain maksudnya mau ngasih umpan lambung ciamik tapi bolanya malah nyasar ke lapangan parkir. Atau pas Manchester United ganti pelatih, beli pemain, hingga jual pemain agar prestasinya membaik, tapi ujungnya malah ngelawak. Huft….

Pelajaran soal unintended consequence begitu banyak ditemukan di film Budi Pekerti. Saat negur orang yang nyerobot antrean, malah berujung viral. Saat bikin video klarifikasi, malah berujung somasi. Saat dapat dukungan dari mantan muridnya, malah memicu kontroversi. Saat memberi refleksi & pelajaran hidup ke muridnya, malah jadi bumerang. Saat ingin menolong orang lain, malah berujung merugikan. Mungkin ada yang saya terlewat, ayo kamu segera nonton dan kasih tau saya ada unintended consequence apa lagi di film ini.

“No good deed goes unpunished!”, sebuah twist dari pemikiran Thomas Aquinas di bukunya Summa Theologica*.* Perbuatan baik malah bisa berakhir buruk. Orang baik, malah kena getahnya. Itu yang persis terjadi pada Bu Prani di film Budi Pekerti. Kadang, maksud baik saja gak cukup. Kadang, gak peduli setulus apa niat kita, akan selalu ada yang salah paham dan tersinggung. Sebuah ironi yang tak terhindarkan dalam kehidupan modern ini.

Lantas, apa artinya kita harus berhenti berbuat baik? Bisa jadi. Mungkin belakangan kian banyak orang yang melakukannya. Di China orang enggan menolong korban kecelakaan di jalan, karena bisa jadi yang menolong malah harus bertanggungjawab bahkan jadi tersangka. Di sini, kalau ketemu orang tersesat atau minta tolong di jalan bisa jadi malah modus penipuan dan hipnotis. Di dunia politik, ada yang digadang-gadang menjadi antitesis Orde Baru dan diberi kesempatan memimpin dua periode, malah sekarang sibuk bikin reboot Orde Baru 4.0.

Tapi, seperti di film Budi Pekerti, saya yakin dunia ini tetap membutuhkan orang-orang baik. Meski jadi korban fitnah, salah paham, dan dihujat satu dunia, perbuatan baik Bu Prani tetap menyentuh hidup orang-orang di sekitarnya. Tetap mendapat ruang di hati orang-orang yang menyadari ketulusan hati Bu Prani.

Yang terpenting, niat kita tulus. Juga tak lupa memikirkan segala kemungkinan terburuk dari setiap tindakan yang kita ambil. Bersiap menghadapi konsekuensi seliar itu. Jika kita sudah memikirkannya matang-matang, dan ternyata masih terjadi unintended consequence, ya apa boleh buat. Nikmati saja ujian hidup itu. Tak perlu berkecil hati dan hatimu menjadi keras.

Dunia yang diisi orang-orang baik yang tak ingin berbuat baik, rasanya bukan dunia yang ingin saya tinggali. Bukan dunia yang layak diperjuangkan.

Akhir kata, selamat menonton! Saya harap kamu menikmati film ini sebagaimana saya juga amat menikmatinya. Penyutradaraan jempolan dari Wregas. Akting para pemain yang luar biasa khususnya Ine & Prilly. Hingga kualitas teknis para kru yang terlibat. Seusai menonton, saya jadi paham kenapa film ini betul-betul layak diganjar 17 nominasi piala FFI.

Buruan nonton di bioskop terdekat, jika sudah ayo diskusiin filmnya di kolom komentar! hehe..

Indonesia, 3 November 2023

Kirim Komentar!