Mengulas Incurable

Screen Shot 2018-06-11 at 8.08.14 PM

Kali ini, mari kita bahas sebuah buku. Novel pertama karya Stella Azasya, seorang penulis muda dari Surabaya. Saya pertama kali mengenal Stella dari karya tulisannya yang lain, di media tempatnya bekerja. Lantas saya ikuti dia (setidaknya di Media Sosial, soalnya Surabaya jauh), lalu saya beli novelnya. Biar lebih mengenal penulisnya, ceritanya. Lho, ini kita mau bahas novel apa penulisnya? Novel aja deh, ya. Biar penulisnya saya bahas di kesempatan lain. #Eh

Buat saya, membaca Incurable menjadi pengalaman pertama akan banyak hal. Ini kali pertama saya membeli buku via online. Maklum, anaknya oldschool kalau urusan buku, harus dilihat-diraba-diterawang dulu sebelum beli. Ini juga kali pertama saya membaca buku dari penerbit indie. Dengar sering, beli belum. Terakhir, ini juga kali pertama saya membaca novel perdana dari seorang penulis muda. Bukan bermaksud sombong (biasa kalimat yang diawali begini ujungnya sombong sik, maklumin aja udah), tapi saya sangat selektif dalam membaca. Kalau nonfiksi, minimal harus direkomendasikan New York Times atau Oprah. Kalau fiksi, minimal penulisnya pernah meraih penghargaan. Atau eks tapol. Atau karyanya telah diterjemahkan ke banyak bahasa. Eh, ini ga lagi ngomongin Pram, kok.

Yha, bagaimanapun, dalam hidup selalu ada pengalaman pertama, bukan? Dan belum tentu pengalaman pertama berakhir buruk. Persis! Saya tidak menyesal membeli dan membaca buku ini. Iya, banyak ruang untuk perbaikan di sana-sini. Iya, gaya penulisan dan kedalaman karakter masih bisa dielaborasi. Iya, ada banyak tanya yang tidak terjawab. Tapi, nanti dulu. Mari saya ceritakan kenapa saya menyukai buku ini (bukunya ya, urusan penulisnya sih belakangan, lain kali).

Bagaimana membeli buku ini merupakan hal baru bagi saya, sudah saya ceritakan di awal. Ternyata, tak berhenti sampai di situ, buku ini juga membawa rasa dan pengalaman baru saat dibaca. Kebebasan mengeksplorasi dan kelenturan berbahasa, misalnya, membuat buku ini renyah untuk dibaca. Bahasanya sederhana, bahasa sehari-hari, akan kehidupan tiga anak manusia yang juga pada umumnya, membuat kisah Bayu, Sam, dan Bianka (Bianka pake K, bukan pake C, kenapa demikian tanya saja penulisnya) jadi amat relatable. Akan menarik dibaca oleh pembaca remaja dan dewasa muda! Problematika keseharian, yang dibungkus dengan luka masa lalu dan pergumulan batin, membuat kita menerka-nerka bagaimana akhir dari kisah ini.

Saya selalu kagum dengan mereka-mereka yang bisa menyelesaikan sebuah buku, terlebih karena saya sendiri belum sanggup. Nafasnya kurang panjang! hehe.. Begitu pun saya kagum pada Stella Azasya, yang sanggup menyelesaikan novel perdananya ini di tengah kesibukannya bekerja di media. Tapi, bukan berarti bisa berpuas diri, bukan? Saya yakin di usianya yang masih sebelia ini, ke depannya masih banyak karya lain yang bisa kita nantikan. Tapi, apa yang masih bisa disempurnakan? Nah, pertanyaan itu yang lebih penting untuk kita bahas bersama-sama.

Pertama-tama, fokus pada perkara-perkara kecil. Saya masih menjumpai beberapa kesalahan penulisan (typo), yang makin ke belakang makin banyak (saya berasumsi halaman 150 ke atas ditulis dengan lebih terburu-buru dan kurang tidur, benar tidak, Stella?). Biasanya ini urusan editor, sih. Mungkin editornya kurang minum Aqua? Bisa jadi. Pembaca awam mungkin tidak akan terlalu sadar juga, tapi karena saya bekas editor, asdos kepenulisan, dan memang hobi membaca, jadinya sulit untuk tidak terganggu.

Yang kedua, realisme dialog. Memang, bahasa lisan dan tulisan tentu berbeda, tapi ada banyak dialog sehari-hari, pun pembatinan, yang membuat saya merasa sepertinya  karakter ini sedang monolog di Salihara. Padahal tidak, sedang ngobrol biasa saja. Urusan dialog ini masih perlu dilenturkan lagi sehingga sungguh-sungguh terkesan seperti dialog dua kolega kantor pada umumnya, yang pas kuliah ga ngambil jurusan Sastra Jerman.

Yang ketiga, membangun tokoh atau karakter dengan lebih dalam dan kompleks. Oke, masing-masing karakter di novel ini punya masa lalu yang bisa dikatakan tragis. Masing-masing berhak menjadi karakter yang rumit di masa kini. Namun, pembaca (saya) masih kesulitan memahami tindak dan keputusan yang diambil di hari ini, karena kurang mendapatkan kepribadian si tokoh secara lebih utuh. Kenapa dia begini? Kenapa dia begitu? Ingin ini ingin itu, banyak sekali. Lho malah jadi nyanyi Doraemon. Mungkin cara ini membantu: membuat kuesioner detil akan tiap karakter (klik aja ada linknya). Memang sangat detil, ya gak semuanya juga harus diisi, dan lebih-lebih gak semuanya perlu dijejalkan ke pembaca. Disisipkan sedikit demi sedikit di banyak kesempatan. Bisa membantu membuat karakter kita lebih kuat dan tidak kontradiktif.

Keempat, bermain dan bereksplorasi dengan beragam gaya bercerita dan alur. Alur tidak harus senantiasa maju ke depan. Maju mundur kadang lebih sip (?). Apalagi masing-masing karakter memiliki masa lalu yang menarik untuk dibahas. Ya gak harus seekstensif The Odyssey-nya Homer juga, sih, urusan bereksplorasinya.

 

Apa pun itu, variasi membuat segala sesuatu menjadi lebih menarik, toh (?) Selain itu, dengan mengeksplorasi berbagai gaya bercerita, lambat laun kita akan menemukan gaya kita sendiri. Yang akan menjadi kekhasan dan membedakan kita dari penulis lainnya.

Demikianlah!

Sekian kiranya ulasan saya terhadap buku Incurable ini. Salut dan proficiat, Stella Azasya, atas buku perdananya! Ditunggu karya-karya berikutnya yang lebih matang, dahsyat, dan menunjukkan ciri khasmu sebagai penulis.

Semoga ulasan ini tidak dianggap lancang (lancang apanya wong saya sendiri belum pernah nulis buku kok. haha), karena jujur pembahasan di sini tidak sekejam pembahasan Dewan Kesenian Jakarta atas Sayembara Novel tahun 2016 lalu:

https://dkj.or.id/artikel/pertanggungjawaban-dewan-juri-sayembara-menulis-novel-dewan-kesenian-jakarta-2016/

 

Eh, tapi boleh banget sih dibaca sebagai pembelajaran. Ada aja yang bisa dipetik.

Demikian ulasan saya atas buku Incurable karya Stella Azasya, yang diterbitkan oleh Stilleto Book pada April 2018 lalu. Yang tertarik dan ingin membaca, silakan membelinya dari: http://www.stilettobook.com/incurable.html

Selamat menikmati!

 

Jakarta, 11 Juni 2018

4 thoughts on “Mengulas Incurable”

  1. Jadi bukunya bercerita tentang apa mas oky?
    *apa gak boleh spoiler y? 😄
    Aku juga baru nyoba beli buku dari penerbit indie.
    Dua buku sekaligus karena novel pemenang gitu.
    Dan.. Emang bener yg dibahas di atas beberapa point itu masih ada haha..😊

    1. Halo Fiska! Sinopsis singkatnya sih tentang kehidupan kakak beradik, Bayu dan Bianka, juga masuknya Sam, rekan kerja Bayu, ke kehidupan mereka. Dinamika kehidupan dewasa muda, macam urusan kantor dan asmara, hingga masa lalu masing-masing yang mulai berimbas ke kehidupan mereka di masa kini. Siapa sebenarnya Sam? Di balik kesempurnaannya, apakah ia memiliki maksud lain pada Bayu dan Bianka? Benarkah hidupnya sesempurna itu? Temukan jawabannya di buku Incurable. hahaha.. lah gue jadi kayak jualan.

      Tapi iya, dipesan dan dibaca aja bukunya. Dijamin gak nyesel! Buku yang kamu beli apa, bagus ga? Ayo sharing. 🙂

  2. Wah, sepertinya menarik!😄
    Aku beli judulnya
    “Kekasih yang Sama” dan “Perjalanan Dua Masa”
    Aku paling suka “Perjalanan Dua Masa” novel ini menggabungkan cerita di tahun 30’an dan zaman now gitu.. Kalo dibuat film sepertinya oke. Hehe.
    Tapi kalau novel “Kekasih yang Sama” menurut aku banyak kekurangan kyk penulisan (typo) dan karakater tokoh2nya juga kurang kuat. Tapi kalau alur cerita dari kedua novel aku bisa belajar. Hehe. 😊

    1. Maaf agak telat balesnya ya, keseringan buka Instagram blog malah terlewatkan. haha.. Perjalanan Dua Masa, ya. Menarik juga nih konsepnya kayaknya. Kamu penulis jugakah? Semangaaat menulisnya! :))

Kirim Komentar!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: