Ngebahas Twenty Five Twenty One

Awal minggu ini saya baru aja namatin serial Twenty Five Twenty One. Awalnya direkomenin sama temen, dan karena kebetulan juga abis namatin Thirty Nine dan belum ada tontonan baru, yaudah gue cobain deh. Dan ternyata serialnya BAGUS BANGET! Gak nyesel sama sekali nontonnya. Buat saya, Twenty Five Twenty One adalah serial Korea terbaik yang saya tonton dalam beberapa tahun terakhir ini. Hah? Kenapa? Tenang, gue jelasin di tulisan ini.

Oke, pertama-tama ya ini kan versi saya, ya. Jadi pastinya subjektif. Dan gue gak nonton serial korea sebanyak itu juga. Sejujurnya gue kalo nonton TV Series tuh lebih sering ngulang-ngulang tontonan yang itu-itu aja. Friends. The Big Bang Theory. Modern Family. Itu tiga aja entah udah berapa kali gue tonton ulang. Gue tau gue gak sendirian koq yang begini. Kalian juga kan? Hayo ngaku. Tenang, you’re not alone.

Tapi sejak pandemi memang gue jadi lebih mencoba banyak tontonan biar gak bosen, termasuk sejumlah serial Korea antara lain The World of The Married, Squid Game, Business Proposal, All of Us Are Dead, Silent Sea, Hometown Cha-Cha-Cha, Kingdom, sampe Thirty Nine. So, what makes Twenty Five Twenty One special? Here goes.

A BEAUTIFUL COMING OF AGE STORY
It’s a beautiful coming of age story. Film atau serial bertema coming of age tentu banyak. Dari The Breakfast Club sampe Lady Bird. Dari Juno sampe Sex Education. Dari Little Women sampai To All The Boys I’ve Loved Before. Yang bercerita tentang proses perkembangan tokoh remaja menuju dewasa.

Elemen-elemen penting dari sebuah kisah coming of age dirajut sempurna dalam Twenty Five Twenty One. Ya tentang persahabatan, konflik dengan orangtua, jatuh cinta, patah hati dan kecewa, hingga menemukan jati diri dan mengejar mimpi. Semua dibahas lengkap, tanpa terburu-buru. Dirajut dalam cerita yang indah dan masuk akal. Timelinenya juga cukup panjang, dari tokoh-tokohnya masih SMA hingga lulus dan dewasa. Gak banyak coming of age story yang rentang waktunya sepanjang ini.

A PERFECT INGREDIENTS
Kadang, sebuah film atau serial itu memiliki takaran bumbu yang kurang pas. Bisa kebanyakan komedi. Kebanyakan horor. Kebanyakan sedihnya. Atau justru kurang unsur komedinya. Nah, Twenty Five Twenty One bisa meracik semua itu dengan pas. Tidak terlalu banyak komedi sehingga sulit dianggap sebagai serial serius. Juga tidak kebanyakan tragedi dan kesedihan hingga bawaannya malah gloomy pas nonton.

PRODUCTION VALUE YANG GAK MAIN-MAIN
Nah ini, production value dari film ini tuh top banget! Aspek teknisnya beneran dipikirin dengan matang. Ya set desain, ya wardrobe, ya pemilihan lokasi, pemandangan, props, dan lain sebagainya. Semuanya memanjakan mata dan bikin kita kadang lupa bahwa ini cuma film. Bukan kehidupan nyata. Iyes, segitunya dalam ngebangun suasana! Gak main-main.

Beda sama misalnya kita nonton film tentang Zombi2an di tivi lokal. Kita bukannya takut sama Zombienya, tapi malah mikir “yaelah ini figuran udah dikasih sarapan apa belom koq lemes amat”. Iya, bukannya takut malah kasihan sama Zombienya.

Serial ini timelinenya dari tahun 1997 – 2021. Jadi banyak banget props generasi 90-an yang bikin nostalgia banget mulai dari telepon umum, pager dan ponsel generasi awal, sampai kotak pensil jadul. Menonton ini kayak kembali ke masa muda lagi. Atau setidaknya mengingatkan bahwa saya ini sudah tidak muda-muda amat lagi.

SKENARIO YANG JEMPOLAN!
Skenarionya patut banget diacungi jempol. Semua karakter memiliki kedalaman dan latar belakang yang kuat. We totally get why they’re doing what they’re doing. Minim banget pertanyaan-pertanyaan semacam “LAH KENAPA LU BEGITU?” atau “LHO KOQ BISA?!”. Kita diajak berkenalan dengan setiap karakter, secara perlahan tanpa terburu-buru. Membuat kita bisa memahami dan berempati dengan internal struggle mereka. Semua karakter memiliki arc-nya sendiri yang dieksekusi dengan ciamik.

Ditambah lagi penulis skenario begitu cerdas memasukkan unsur-unsur real-life historical events ke dalam cerita. Mulai dari krisis IMF yang menerpa Korea Selatan di tahun 1997. Tentang gerakan sosial donasi emas dari masyarakat Korsel untuk membantu pemerintah membayar hutang IMF. Iya, gerakan ini beneran ada tahun 1998, melibatkan lebih dari tiga juta penduduk, berhasil mengumpulkan DUA RATUS TON emas senilai lebih dari DUA MILIAR USD. Belum lagi seputar kejuaraan olahraga dan rivalitas dengan Jepang, hingga tragedi 9/11 gedung WTC di Amerika Serikat.

CASTING & AKTING
Casting kelima tokoh utama di film ini amat pas. Chemistry-nya juga dapet. Dan akting mereka betul-betul jempolan. Dua aktor & aktrisnya mendapatkan penghargaan lho! Kim Tae-ri dan Choi Hyun-wook. Padahal, Kim Tae-ri yang memerankan Na Hee Do itu sudah berusia 32 tahun, tapi cocok-cocok aja memerankan siswi SMA yang kekanakan. Range emosi kelima tokoh utamanya juga dapet banget: senang, sedih, marah, kecewa, sampai sakit hati dan terharu.

AKHIR YANG REALISTIS
Buat saya ending film ini cukup realistis. Inti dari sebuah cerita coming of age itu menemukan jati diri, pendewasaan, dan mengejar mimpi. Gak melulu soal menemukan cinta. Jadi, kalau nemu cinta ya bonus. Kalau enggak ya gak masalah juga. Hehe. Gak mau bahas ending karena banyak takut spoiler, tapi intinya buat yang belum nonton Twenty Five Twenty One, just give it a try. More than likely you’ll end up loving it. Just like me.

Begitu kurang lebih bahasan gue soal Twenty Five Twenty One. Maaf kalau kepanjangan. Lebih maaf lagi kalau kurang panjang. Hehe. Selamat menikmati~

Kirim Komentar!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: