Yang Teristimewa dari Kecewa

Belum lama ini saya mengikuti sebuah kompetisi bisnis. Awalnya ikut cuma iseng saja, gak banyak berharap. Tapi, ternyata saya lolos ke tahap berikutnya. Lalu masuk ke babak final. Ya, walau akhirnya kalah, sih. haha. Di tulisan ini, izinkan saya bercerita sedikit soal kecewa.

Saya gak ingat kapan terakhir kali saya mengikuti sebuah kompetisi atau kejuaraan. Pas SMP – SMA dulu lumayan rutin sih ikut kompetisi olahraga, baik basket pun bola. Tapi sekarang secara fisik udah gak memungkinkan lah ya, wong udah sebelas dua belas sama bolanya.

Pas kuliah saya juga jarang ikut kompetisi. Pernah sih ikut lomba presentasi tingkat fakultas, lalu menang. Atau lomba debat tingkat universitas, meski cuma juara tiga. Selain itu, jarang banget saya ikut lomba-lombaan.

Kayaknya saya justru lebih sering ngurusin mereka-mereka yang akan berlomba. Ngurusin tim yang bakal ikut Olimpiade Psikologi, atau bantuin dosen nyaring mahasiswa buat ikut penghargaan Mawapres (Mahasiswa Berprestasi). Biasanya kalau saya bantu ngurusin, hasilnya lumayan tuh. Pas Olimpiade Psikologi berhasil bawa pulang piala tingkat nasional. Pas Mawapres kayaknya nyaris setengah dari 10 finalis (pemenangnya), dari fakultas saya.

Emang kayaknya saya lebih cocok bergerak di balik layar, deh. Ada kepuasan tersendiri. Lagian kalo saya bergerak di depan layar ya atuh layarnya ketutupan. hehe..

Nah, kembali ke cerita di awal. Saya yang awalnya ikut kompetisi sekadar iseng, akhirnya masuk ke tahap final, meski gak berhasil jadi juara.

Yang saya rasakan…. kecewa. Dan kecewanya begitu menyakitkan. So close, yet so far. Dan bikin saya beberapa hari setelahnya masih mengulang kembali di kepala setiap momen dimana seharusnya saya bisa lebih baik lagi. Terus menganalisa kenapa begini dan kenapa gak begitu. Berbagai skenario “what if….?” pun menghiasi kepala saya. Kecewa bercampur menyesal bercampur menyalahkan diri sendiri.

Setelah saya mulai berjarak dan bisa move on, saya pun menyadari bahwa kekecewaan yang saya rasakan sepenuhnya manusiawi dan terjelaskan secara ilmiah. Di ilmu Psikologi, saya pernah belajar sebuah teori bahwa not every disappointment is equal. Some disappointment is more equal than the others.

Studi dari sejumlah olimpiade menemukan bahwa mereka yang juara 3 akan jauh lebih bahagia dan puas dibanding juara 2. Hah? Koq gitu? Bukannya medali perak lebih baik dari medali perunggu? Nanti dulu.

Jadi gini. Bagi yang juara 2, realita mereka berada di perbatasan antara juara pertama atau tidak. All or nothing. Antara menorehkan sejarah atau tidak.

Bagi yang juara 3? Beda realitanya. Mereka ada di perbatasan antara gak naik podium sama sekali atau berhasil dapet medali perunggu. Jadi ya senang-senang aja kalau bisa dapet medali. Jarak mereka ke juara pertama juga jauh. Gak setipis sang runner-up.

Makanya kalau di sepakbola, pemain yang kalah pas di final tuh bisa nangis sejadi-jadinya pas pertandingan berakhir. They’re so close, yet so far. Heartbroken. Defeated. Dreams shattered.

Nah, kurang lebih begitu dinamika internal yang saya rasakan. Udah berhasil masuk final, begitu dekat dengan “medali emas”, tapi ya kalah. Udah kebayang kalau menang bisa dialokasikan kemana-mana aja hadiahnya untuk pengembangan bisnis, tapi ya harus buyar. hehe..

But that’s life. Sometimes you win, sometimes you learn!

All in all, I learned a lot during the competition. Ketemu sejumlah temen dari berbagai belahan di Indonesia. Ketemu mentor-mentor seru yang sehabis itu malah jadi klien bisnis gue. Networking dengan beberapa orang yang bisa jadi potential client di masa depan. Jadi tahu banyak bisnis-bisnis baru di berbagai bidang. It really was a fun & insightful experience, after all!

Kalau ada satu hal yang membantu gue untuk cepat move on, mungkin karena I gave my all. Jadi emang udah mengusahakan yang terbaik, kemarin. Jadinya gak nyesel-nyesel amat. Bayangin kalo gue kalah karena gak ngasih yang terbaik? Hadeh. Move on-nya bisa tiga periode. hehe..

Jadi buat kalian, siapapun dan apapun “kompetisi” dalam hidup yang lagi kalian ikuti, ingatlah untuk selalu mengusahakan yang terbaik. Mau itu kompetisi sama orang lain pun sama diri sendiri.

Sekian aja, cerita gue kali ini. Terima kasih banyak, buat yang pas kompetisi kemarin sudah membantu dan mendukung. Baik dukungan doa, moral, bagi tips dan info, sampe bantu nge-like videonya. Thank you. Thank you. Thank you!

Jakarta, 2 Juli 2022

Kirim Komentar!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: