//FADE IN//
Sc 01. INT. AIRPORT, TERMINAL KEDATANGAN. – (SORE)
Suasana airport cukup ramai. Seorang lelaki, kelak kita tahu namanya RANGGA, melihat papan elektronik jadwal kedatangan pesawat. Lalu ia mengecek jam arlojinya. Tak lama ia mencari tempat duduk terdekat.
Rangga mengeluarkan buku.
Tak lama, Seorang lelaki tua, kemudian kita kenal namanya PAK ARMAN, berjalan menghampiri Rangga.
Rangga mengangguk.
Rangga menutup bukunya.
Usia kamu dua puluhan ya? Sebaya dengan anak bapak. Nama anak bapak Vidi, baru saja menyelesaikan studi di Jerman, jurusan teknik sipil. Kamu kuliah di mana?
(Tertawa). Hmm.. Saat ini saya sudah tidak melanjutkan studi.
RANGGA
(Tersenyum). Sepertinya bapak sangat membanggakan Vidi.
PAK ARMAN
Tentu! Vidi itu anak tunggal bapak. Satu-satunya. Bapak tak bisa berharap lebih lagi dari seorang anak. Bayangkan saja, sejak SD, ia sudah mandiri mengurus dirinya sendiri. Ibunya sudah meninggal sejak ia masih kecil. Bapak selalu sibuk dengan urusan kantor. Saat ia SMA, bapak kena PHK. Bapak tak sanggup lagi menyekolahkan dia, tapi dia mencari penghasilan sendiri dengan menjadi guru les bagi teman-temannya. Semangatnya sungguh tidak tertandingi.
RANGGA
Bapak kenapa? Koq ceritanya berhenti? Sudah selesai?
PAK ARMAN
(Menarik nafas panjang). Kadang bapak berpikir, rasanya tidak pantas sekali bapak memiliki anak sehebat dia. Bapak tidak pernah memberikan apa-apa untuk dia. Kamu pernah berpikir untuk membalas budi kepada orangtuamu?
RANGGA
Tentunya pernah, pak.
PAK ARMAN
Vidi selalu memikirkan itu! Padahal, bapak rasa apa yang sudah bapak lakukan sebagai ayah selama ini tidak sebanding dengan apa yang sudah ia lakukan sebagai anak.
RANGGA
Jangan berkata seperti itu pak, bagaimana pun seorang anak tumbuh besar dengan meneladani bapaknya. Tanpa bapak, tentu Vidi tak akan bisa melanjutkan studi hingga ke luar negeri bukan?
PAK ARMAN
(Tersenyum). Sebenarnya sejak bapak di-PHK, praktis tak banyak kontribusi bapak untuk Vidi. Semua biaya sekolahnya ia sendiri yang mengusahakan. Kuliah ke luar negeri pun ia dapatkan melalui jalur beasiswa dengan susah payah. Yang bapak lakukan hanya menandatangani surat ini-itu, dan membantu dengan doa saja. Ah…… Andai ia terlahir di keluarga yang lebih baik, mungkin ia tak perlu hidup berkesusahan menjadi anak bapak.
RANGGA
Kadang hidup dalam kesusahan membuat proses pendewasaan berlangsung lebih baik, pak.
PAK ARMAN
Ya, semoga saja. Semoga Vidi tak pernah menyesal menjadi anak bapak.
RANGGA
Pasti pak, saya berani menjamin hal itu. (Sambil tersenyum dan menatap mata pak Arman dalam-dalam)
PAK ARMAN
RANGGA
Sama-sama, pak. Salam hangat untuk Vidi.
//CUT TO//
Sc 02. EXT. PELATARAN PARKIR AIRPORT. – (SORE)
Seorang satpam menghampiri Rangga.
Satpam berjalan menjauh dari Rangga. Rangga memperhatikan satpam tersebut untuk beberapa saat, lalu berjalan menjauh. Tak lama buku Rangga terjatuh. Saat Rangga mengambilnya, halaman pertama tak sengaja terbuka, tertulis nama pemilik buku tersebut: VIDI ARMANDITO.
Rangga melihat halaman pertama tersebut, tersenyum, dan berjalan lagi.
Kamera zoom-out perlahan. Kita melihat sebuah mobil melintas menghalangi pandangan kita ke Rangga. Setelah mobil menghilang, Rangga tak lagi terlihat. Lenyap, tanpa bekas.
//FADE OUT.//