Kenapa Kita Peduli Banget sama Pilihan Hidup Orang Lain?

Kadang saya rindu juga mendengar kalimat “Pilihan kakak tepat sekali!” dari pramusaji Pizza Hut. Setidaknya beberapa tahun lalu, kalimat ajaib ini lazim didengar pelanggan Pizza Hut. Pelanggan diberi tahu bahwa pilihan mereka itu tepat. Padahal, mau kita pesen pizza pake toping seblak juga (kalau ada), ya tetap bakal dibilang tepat sih. Gak mungkin dong mbak-mbak Pizza Hut bilang pizza pilihan kita jelek. Dipecat dia nanti.

Sekilas lucu juga ya SOP Pizza Hut kala itu. Tapi kalau dipikir-pikir, jangan-jangan kita ini memang sebenarnya makhluk yang butuh validasi ya? Validasi bahwa pilihan hidup kita sudah tepat? Validasi bahwa kita sudah berada di jalan yang benar?

Sering banget linimasa media sosial dipenuhi perdebatan dan keributan tak berujung soal pilihan. Dari pilihan politik. Pilihan agama. Pilihan cara makan bubur (diaduk atau tidak). Pilihan cara first date (split bill atau tidak). Pilihan untuk menikah atau tidak. Jika menikah, pilihan memiliki anak atau childfree. Kalau punya anak, pilihan melahirkan normal atau caesar. Begitu seterusnya. Sampai pilihan kala mati nanti: dikubur, dibakar, apa di-airfryer.

Yang kadang bikin sedih, kita tidak segan-segan menyerang dan mencaci mereka yang memiliki pilihan berbeda dengan kita. “Lho koq kamu childfree sih? Gak sesuai kodrat! Nanti pas tua siapa yang ngurusin?”. Atau saat memilih kendaraan listrik “Hari gini masih pake kendaraan BBM? Dasar perusak bumi dan alam semesta!”, kata si norak yang merasa pilihan hidupnya sudah paling sempurna.

Kayaknya setengah keributan di dunia maya itu disebabkan karena….beda pilihan hidup. Beda pilihan dikit, ribut. Beda pilihan dikit, cela. Beda pilihan dikit, langsung deh nulis panjang lebar soal alasan kenapa pilihan kita itu adalah yang paling sempurna.

Sebenarnya, yang jadi akar keributan soal pilihan itu, bukan pilihannya itu sendiri.

Kita tuh gak peduli-peduli amat sama hidup orang yang memilih childfree, koq. Yang kita butuhin itu pengakuan bahwa pilihan kita untuk punya anak sudah benar. Kita butuh validasi dan pembenaran bahwa pilihan kita adalah yang paling sempurna.

Dan kita seakan gak rela melihat orang lain memiliki pilihan yang berbeda. Karena seakan-akan pilihan hidup kita jadi kurang sempurna. “Lah taik, dia bisa toh childfree tapi tetap bahagia? Sia-sia dong gua capek ngurus anak, saban hari begadang, juga buang duit segini banyak?”

Kita perlu memastikan pilihan orang lain salah. Supaya pilihan kita tetap nampak benar tak bercela. Sebuah usaha bodoh yang sayangnya terlalu sering kita lakukan. Financial influencers yang merasa investasi cryptonya paling cerdas dan cuan. Mental health influencers yang merasa teknik healing merekalah yang paling bagus. Pemerhati politik yang merasa capres pilihan merekalah yang paling sempurna. Semua ini tidak lebih dari usaha melindungi ego dan keberhargaan diri.

Padahal, sejatinya keberhargaan diri kita itu ya sifatnya internal. Ditentukan oleh diri kita sendiri. Bukan oleh penilaian orang lain. Bukan oleh pilihan orang lain.

Terus menerus mencari pembenaran akan pilihan hidup kita itu kayak memaksa semua orang untuk suka sama indomie rasa duren. Ya sia-sia. Emang kenapa juga kalau saya sukanya indomie rasa boba? Atau indomi rasa cappuccino? Emang selera saya ini jadi bikin indomie kamu rasanya berubah? Emang pilihan saya ini akan mengurangi kenikmatan pilihanmu? Enggak, toh.

Jadi, lain kali kamu mau berdebat dan ribut sama orang lain perkara pilihan, coba tarik nafas dalam-dalam deh. Lalu ingat mantra ini: pilihanmu udah tepat koq. Setidaknya ya buatmu sendiri.

Dalam hidup, di setiap persimpangan pasti kita dihadapkan pada banyak pilihan. Dari lahir sampai sekarang, entah berapa ribu pilihan hidup yang harus kita ambil. Soal pilihan studi, soal hobi, soal makanan favorit, soal buku bacaan, soal pakaian, soal karir, dan sebagainya. Dan sebagaimana tiap pilihan, seringnya tidak ada yang sempurna. Setiap pilihan tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pilihan yang benar saat ini belum tentu akan selalu benar selamanya. Pilihan yang benar buat kita, belum tentu benar juga buat orang lain.

Bahkan pilihan yang salah pun, belum tentu akan membuat hidup seseorang jadi berantakan. Hidup tuh gak sesederhana dan segarislurus itu. Pilihan-pilihan salah tak jarang harus kita ambil, untuk mempertemukan kita pada pilihan-pilihan tepat di kemudian hari. Sebagaimana digambarkan dengan sempurna dalam ilustrasi dari akun WaitButWhy berikut:

Setiap pilihan akan membawa kita ke percabangan hidup yang berbeda. Dan seringkali tidak ada pilihan tepat menuju satu kehidupan yang sempurna.

Dalam film Everything Everywhere All At Once, diceritakan bagaimana Evelyn Wang (Michelle Yeoh) memiliki begitu banyak alternatif kehidupan di sejumlah dunia paralel. Evelyn Wang seorang pengusaha laundry di dunia A. Evelyn Wang seorang aktris di dunia B. Evelyn Wang seorang penyanyi di dunia C. Seorang koki. Seorang ahli beladiri. Tukang bersih-bersih. Dan lain sebagainya. Dan semua kehidupan itu, tak peduli seberapa kaya dan terkenalnya, tidak ada yang sempurna. Semua memiliki struggle dan kekurangannya sendiri.

Intinya, seringkali dalam hidup tidak ada pilihan yang sempurna. Tidak peduli seberapa besar usaha kita menjelekkan pilihan orang lain, tidak akan membuat pilihan kita jadi lebih baik. Setiap pilihan akan jadi pilihan terbaik, ya kala kita meyakininya. Jika kita sudah memikirkan masak-masak setiap pilihan sebelum diambil, percayalah bahwa itu sudah pilihan terbaik untuk kita di saat itu, tanpa perlu menyesalinya di kemudian hari.

Jika ternyata salah pun, ya memangnya kenapa? A life without wrong decisions every once in a while, isn’t a life worth living anyway. Tanpa satu dua pilihan yang salah, mungkin kita tidak akan banyak belajar dalam hidup. Tanpa sesekali mengambil keputusan buruk, mungkin kita malah tidak bisa menghargai betapa baiknya pilihan kita berikutnya dalam hidup.

Hidup itu bukan soal pilihan ganda. Yang cuma memiliki satu pilihan benar. Bisa aja kan yang terjadi semua pilihan benar. Atau sebaliknya, semua pilihan salah! hehehe.. Sekian dulu Catatan Tengah kali ini. Sampai jumpa di tulisan berikutnya!

Jakarta, 26 Mei 2023

Kirim Komentar!

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: